BANDUNG, KOMPAS.com – Pedagang kaki lima di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mengeluhkan maraknya aksi pemalakan dan intimidasi oleh sekelompok orang yang mengklaim sebagai "putra daerah". Dengan dalih keamanan, mereka meminta uang secara rutin, bahkan membawa senjata tajam.
Salah satu korban, Galih Permadi (35), pedagang gorengan di Pasar Banjaran, mengaku kerap dimintai uang antara Rp 2.000 hingga Rp 5.000 oleh orang yang sama secara berulang.
"Alasannya macam-macam, memang enggak gede mintanya tapi hadeuh banyak dan sering," ujarnya saat ditemui di lokasi, Jumat (23/5/2025).
Galih menyebut, rasa kesal memuncak karena preman kerap datang berkali-kali dalam sehari. Namun ia tak berani melawan karena khawatir dengan gaya gerombolan mereka.
"Mau dilawan, mereka pasti gerombolan dan panjang urusannya. Terus lagi, yang jengkel itu kalau yang minta orangnya yang sama," tambahnya.
Hal serupa dialami Junaedi (44), pemilik warung kelontong di Pasar Cicalengka. Ia mengaku mengeluarkan belasan ribu rupiah setiap hari untuk membayar jatah keamanan.
"Memang uangnya gak gede, tapi pusing tiap hari. Kita kan sama-sama cari keuntungan, kalau terus dipotong sama mereka kapan mau kita untung," ujarnya.
Junaedi memilih tidak melawan, melainkan berdialog agar bisa mengurangi nominal setoran. Dalam sehari, ia mengaku menyiapkan Rp 10.000 hingga Rp 20.000 untuk menghadapi para pemalak.
"Enggak saya kasih langsung, kadang saya kasih Rp 2.000, kadang Rp 5.000, kayak dicicil, karena dalam sehari pasti ada aja yang minta," ungkapnya.
Sementara itu, Ikah Rodiah (38), pedagang sandal di Pasar Baleendah, mengatakan kadang harus menghadapi preman dalam kondisi mabuk dan membawa senjata tajam.
"Kalau sudah kondisi kaya gitu, ya saya mah ngasih aja, karena khawatir bertindak semaunya," kata Ikah.
Baca juga: Viral Preman di Medan Minta Uang Parkir ke Warga yang Parkir di Rumah Sendiri
Namun akhir-akhir ini, para pedagang mulai merasakan sedikit kelegaan setelah polisi melakukan operasi rutin. Polresta Bandung telah menangkap lebih dari 150 orang yang diduga preman di kawasan industri dan pasar.
Galih mengaku menyaksikan sendiri penangkapan itu.
"Kemarin yang hari Selasa saya lihat, mereka pada lari, ada yang ketangkep, lega lihatnya," katanya.
Meski demikian, Galih berharap patroli dilakukan secara rutin agar para pelaku jera.
"Harus bisa setiap hari ditangkepin, biar pada kapok, jangan berhenti, jangan kasih waktu, biar kami bisa dagang tenang," ujarnya.
Junaedi pun menyampaikan hal senada. Menurutnya, pemalakan sering terjadi pada pagi, siang, bahkan malam sebelum warung tutup.
"Kalau bisa ya semakin ditingkatkan. Biarin lah dihukum, gimana aja caranya. Pagi, siang, malam, polisi harus ada," ucapnya.
Ia juga menyambut baik kehadiran program "Lapor Pak Kapolresta" sebagai sarana pelaporan cepat. Meski belum pernah mencoba, ia mendengar rekan pedagang mendapat respons langsung dari polisi setelah melapor.
"Buat saya pedagang biasa mah, udah ada respon cepat polisi baik Polsek atau Polresta juga sudah bersyukur," kata Junaedi.
Kapolresta Bandung Kombes Pol Aldi Subartono menegaskan bahwa pemberantasan premanisme merupakan komitmen pihaknya untuk menjamin keamanan masyarakat.
"Preman yang sudah ditangkap itu banyak. Jika ada yang berani melakukan aksi premanisme, akan kami kejar sampai manapun untuk kami tangkap," katanya saat dihubungi melalui telepon.
Aldi memastikan patroli akan terus ditingkatkan, termasuk pemberantasan miras dan penyalahgunaan obat-obatan.
"Kita enggak memberi ruang. Sesuai dengan komitmen bersama pemerintah, kita akan menindak dengan tegas segala bentuk premanisme," ujarnya.
Ia mengimbau pedagang dan pelaku usaha segera melapor jika mengalami gangguan.
"Kepada pelaku usaha lain, kemudian pedagang kaki lima dan sebagainya, ketika ada gangguan dari kelompok mana pun segera menghubungi Polresta Bandung agar kita bisa melakukan penanganan secara tegas," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang