Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Ungkap Alasan Sejumlah Tempat Wisata di Puncak Belum Dibongkar meski Sudah Disegel

Kompas.com, 6 Juli 2025, 10:51 WIB
Faqih Rohman Syafei,
Andi Hartik

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengungkapkan alasan di balik belum dibongkarnya sejumlah obyek wisata di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, yang telah disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) beberapa waktu lalu.

Menurutnya, KLH sudah menjelaskan meskipun kawasan tersebut disegel, namun pembongkaran tidak bisa langsung dilakukan. Sebab, obyek wisata itu sudah mengantongi izin resmi. Sehingga, ada prosedur administratif yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum tindakan lanjutan diambil.

"Satu bulan yang lalu saya sudah bertemu dengan Pak Menteri Lingkungan Hidup dan seluruh jajaran Dirjen Gakum-nya menegaskan ada tahapan prosedur yang ditempuh agak panjang, mengingat bangunan-bangunan itu bukan bangunan liar. (Pembongkaran) itu di sekitar September," ujar Dedi dalam rekaman video yang diterima Kompas.com dan telah dikonfirmasi ulang, Minggu (6/7/2025).

Baca juga: Teras Cihampelas, Mimpi Ridwan Kamil yang Ingin Dibongkar Dedi Mulyadi

Dedi menjelaskan, ada perbedaan kasus antara pembongkaran obyek wisata Hibisc Fantasy Puncak pada Maret 2025 dengan sejumlah wisata lain yang belum dibongkar.

Menurut Dedi, Hibisc Fantasy dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMN) PT Jaswita Jabar, yang notabene adalah perusahaan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sehingga, selaku gubernur, Dedi memiliki kewenangan penuh atas segala keputusan pembongakaran itu.

"Kalau Hibsc itu berbeda, itu langsung saya yang menangani dan kemudian pembongkaran dilakukan atas permintaan pemilik bangunan. Itu bedanya," kata Dedi.

Baca juga: Ribut Tolak Dedi Mulyadi Tambah Rombel SMA, DPRD Jabar Minta Swasta Tak Hanya Protes

Dedi menyampaikan, berdasarkan keterangan dari KLH telah terjadi perubahan tata ruang di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, yang berlangsung selama beberapa tahun terakhir.

Adapun perubahan tata ruang tersebut adalah daerah-daerah yang dianggap rawan bencana yang seharusnya menjadi wilayah resapan air menjadi kawasan parwisata dan permukiman.

Dengan begitu, kawasan Puncak saat ini termasuk ke dalam kategori daerah rawan bencana. Bila tidak segera diubah kembali tata ruangnya, akan berdampak pada wilayah lain, salah satunya Jakarta.

"Saya selalu berucap berkali-kali ketika menjabat, walaupun belum waktunya diperbaiki Pemerintah Provinsi Jawa Barat bertekad melakukan perubahan tata ruang. Ini cara yang harus dilakukan untuk menghindari bencana yang terus-menerus," tutur Dedi.

Selain kawasan Puncak, Dedi mengatakan, pihaknya akan segara mengembalikan tata ruang di wilayah lainnya di antaranya Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Tasik ke fungsi awalnya.

"Tindakan-tindakan saya lakukan, walaupun menulai kontroversi, menulai pro-kontra, menimbulkan kemarahan dan kebencian. Tetapi bagi saya itu tidak penting. Kenapa? Penyelamatan alam dan lingkungan yang merupakan tempat tinggal kita," ucapnya.

"Pembangunan-pembangunan dilakukan dengan biaya yang besar pada akhirnya rontok. Jadi kalau dan di daerah Megamendung, di daerah Bogor intinya selesai, nanti Jakarta selesai. Bogor belum selesai, Jakarta tidak akan pernah selesai," tambahnya.

Ia pun mengajak pemerintah daerah untuk saling bahu-membahu menyelesaikan persoalan tata ruang ini sehingga di masa depan tidak ada lagi bencana alam akibat ulah manusia.

"Untuk itu mari bersama-sama kita kembalikan kawasan Bogor yang diperbanyak daerah resapan airnya, jangan diganggu perkebunannya tidak boleh dialih-fungsikan. Nafsu untuk mengembangkan ekonomi di sana harus dikurangi dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip ekosistem," pungkas Dedi.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau