BANDUNG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengungkapkan alasan di balik belum dibongkarnya sejumlah obyek wisata di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, yang telah disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) beberapa waktu lalu.
Menurutnya, KLH sudah menjelaskan meskipun kawasan tersebut disegel, namun pembongkaran tidak bisa langsung dilakukan. Sebab, obyek wisata itu sudah mengantongi izin resmi. Sehingga, ada prosedur administratif yang harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum tindakan lanjutan diambil.
"Satu bulan yang lalu saya sudah bertemu dengan Pak Menteri Lingkungan Hidup dan seluruh jajaran Dirjen Gakum-nya menegaskan ada tahapan prosedur yang ditempuh agak panjang, mengingat bangunan-bangunan itu bukan bangunan liar. (Pembongkaran) itu di sekitar September," ujar Dedi dalam rekaman video yang diterima Kompas.com dan telah dikonfirmasi ulang, Minggu (6/7/2025).
Baca juga: Teras Cihampelas, Mimpi Ridwan Kamil yang Ingin Dibongkar Dedi Mulyadi
Dedi menjelaskan, ada perbedaan kasus antara pembongkaran obyek wisata Hibisc Fantasy Puncak pada Maret 2025 dengan sejumlah wisata lain yang belum dibongkar.
Menurut Dedi, Hibisc Fantasy dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMN) PT Jaswita Jabar, yang notabene adalah perusahaan milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Sehingga, selaku gubernur, Dedi memiliki kewenangan penuh atas segala keputusan pembongakaran itu.
"Kalau Hibsc itu berbeda, itu langsung saya yang menangani dan kemudian pembongkaran dilakukan atas permintaan pemilik bangunan. Itu bedanya," kata Dedi.
Baca juga: Ribut Tolak Dedi Mulyadi Tambah Rombel SMA, DPRD Jabar Minta Swasta Tak Hanya Protes
Dedi menyampaikan, berdasarkan keterangan dari KLH telah terjadi perubahan tata ruang di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, yang berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
Adapun perubahan tata ruang tersebut adalah daerah-daerah yang dianggap rawan bencana yang seharusnya menjadi wilayah resapan air menjadi kawasan parwisata dan permukiman.
Dengan begitu, kawasan Puncak saat ini termasuk ke dalam kategori daerah rawan bencana. Bila tidak segera diubah kembali tata ruangnya, akan berdampak pada wilayah lain, salah satunya Jakarta.
"Saya selalu berucap berkali-kali ketika menjabat, walaupun belum waktunya diperbaiki Pemerintah Provinsi Jawa Barat bertekad melakukan perubahan tata ruang. Ini cara yang harus dilakukan untuk menghindari bencana yang terus-menerus," tutur Dedi.
Selain kawasan Puncak, Dedi mengatakan, pihaknya akan segara mengembalikan tata ruang di wilayah lainnya di antaranya Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Tasik ke fungsi awalnya.
"Tindakan-tindakan saya lakukan, walaupun menulai kontroversi, menulai pro-kontra, menimbulkan kemarahan dan kebencian. Tetapi bagi saya itu tidak penting. Kenapa? Penyelamatan alam dan lingkungan yang merupakan tempat tinggal kita," ucapnya.
"Pembangunan-pembangunan dilakukan dengan biaya yang besar pada akhirnya rontok. Jadi kalau dan di daerah Megamendung, di daerah Bogor intinya selesai, nanti Jakarta selesai. Bogor belum selesai, Jakarta tidak akan pernah selesai," tambahnya.
Ia pun mengajak pemerintah daerah untuk saling bahu-membahu menyelesaikan persoalan tata ruang ini sehingga di masa depan tidak ada lagi bencana alam akibat ulah manusia.
"Untuk itu mari bersama-sama kita kembalikan kawasan Bogor yang diperbanyak daerah resapan airnya, jangan diganggu perkebunannya tidak boleh dialih-fungsikan. Nafsu untuk mengembangkan ekonomi di sana harus dikurangi dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip ekosistem," pungkas Dedi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang