BANDUNG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan tanggapan terkait predikat Kota Bandung sebagai kota termacet di Indonesia.
Ia menilai bahwa kemacetan, terutama pada akhir pekan dan musim liburan, justru memberikan dampak positif bagi sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta perhotelan.
"Bandung itu kan macet utamanya di Sabtu dan Minggu karena orang Jakarta kan piknik ke Bandung gitu loh, dan itu membawa keberkahan bagi UMKM, bagi perhotelan," ujarnya di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (11/7/2025).
Baca juga: Dedi Mulyadi Minta Satu Kelas 50 Siswa, Sekolah di Karawang: Sudah Diperhitungkan...
Dedi mengungkapkan, salah satu faktor penyebab kemacetan di Kota Bandung adalah luas badan jalan yang tidak mengalami perubahan sejak lama, ditambah dengan peningkatan kepemilikan kendaraan pribadi.
"Nah, problem Bandung itu kan cuma satu. Satu dari dulu sampai sekarang jalannya tidak mengalami perubahan. Itu saja," katanya.
Baca juga: Kebijakan Dedi Mulyadi Memperburuk SMK Swasta di Cirebon: Hanya 2-11 Siswa yang Daftar
Selain itu, ia menjelaskan bahwa pihaknya sedang melakukan analisis terhadap waktu berhenti lampu lalu lintas.
Menurutnya, perhitungan waktu pada setiap traffic light perlu disesuaikan agar tidak menambah kemacetan.
"Karena traffic light itu justru bikin macet. Bisa enggak ke depan sih traffic light itu membuat menjadi lancar. Kan bisa jadi ini penghitungan yang di sini belum tepat. Nah, ini kita lagi ngitung nih biar tepat," ucap Dedi.
Dalam upaya mengatasi kemacetan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga tengah merencanakan pembangunan transportasi publik yang terintegrasi.
"Solusinya adalah transportasi publik dan harus terintegrasi. Karena apa, karena Jawa Barat itu kan terdiri dari kabupaten kota. Setiap kabupaten kota ini wilayah otonom yang punya keputusan sendiri-sendiri," tutur dia.
Dedi mengeklaim bahwa di era kepemimpinan bupati dan wali kota di Jawa Barat, terdapat kolaborasi yang baik untuk mencari solusi berbagai masalah di masing-masing daerah.
Meskipun demikian, rancangan transportasi publik tersebut masih bersifat usulan. Pihaknya telah berkirim surat kepada Kementerian Perhubungan mengenai rincian biayanya.
"Mudah-mudahan usulan dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Bappenas sudah menyetujui program transportasi publik dengan nilai investasi hampir Rp22 triliun itu bisa terealisasi. Tetapi ini baru usulan dan baru hasil penghitungan konsultan," kata Dedi.
Saat ini, Dedi mengaku sedang menunggu keputusan dari pemerintah pusat terkait usulan tersebut.
Ia berharap agar proyek ini dapat segera direalisasikan dalam waktu dekat.
"Nah, realisasinya ya kita tunggu pemerintah pusat, karena kan kalau menyangkut investasi dari luar itu kan harus perizinan dari Menteri Keuangan," pungkasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang