BANDUNG, KOMPAS.com – Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, tengah mengkaji jam masuk sekolah yang diduga menjadi salah satu penyebab kemacetan di Kota Bandung.
“Untuk masalah kemacetan memang saya lagi ngukur dampak perbedaan jam masuk kelas SMA, SMP, SD itu seperti apa. Cuma memang yang saya rasakan langsung di Cibiru ketika ada dua SD itu bubar, bikin macetnya lumayan, seperti bubaran pabrik,” ujar Farhan di Sasana Budaya Ganesha, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Kamis (7/8/2025).
Farhan juga menyebutkan bahwa penguatan sistem transportasi umum menjadi salah satu solusi utama untuk mengurangi kemacetan.
“Yang pasti sistem transportasi massal memang sudah tidak bisa dihindari lagi. Kita sangat serius dalam pengembangannya. Setiap minggu kita lakukan diskusi dan pematangan konsep dengan Dishub,” tuturnya.
Salah satu program yang tengah disiapkan adalah Bandung Rapid Transportation (BRT) yang diklaim mirip dengan TransJakarta. Farhan berharap proyek ini bisa mulai memberikan hasil dalam waktu kurang dari dua tahun.
Baca juga: Buat Bandung Macet Saat Daftar ke KPU Jabar, Dedi Mulyadi Minta Maaf
“Mudah-mudahan dalam waktu 18 bulan ke depan sudah ada solusi yang lebih nyata. Tapi memang saat ini kita siap-siap gelut dalam pembangunan BRT,” kata dia.
Sebelumnya, hasil survei Litbang Kompas pada 1-5 Juli 2025 menunjukkan bahwa masyarakat Kota Bandung secara umum puas terhadap kinerja Pemerintah Kota Bandung. Sebanyak 66,3 persen responden menyatakan puas.
Namun, tingkat pemahaman masyarakat terhadap program-program unggulan Wali Kota Muhammad Farhan dan Wakil Wali Kota Erwin masih tergolong rendah. Banyak dari program tersebut belum dikenal luas.
Satu-satunya program yang tingkat pengetahuannya tinggi adalah Pasukan, yakni program pengelolaan sampah untuk kesejahteraan warga, dengan tingkat pengenalan mencapai 79,3 persen. Hal ini sejalan dengan persoalan sampah yang sebelumnya menjadi masalah besar, dengan 1.594 ton sampah menumpuk setiap hari di Kota Bandung pada 2023.
Baca juga: Nurul Arifin Sebut Kota Bandung Macet dan Pembangunan Tak Merata
Sebaliknya, program Taman Bugar Utama dan 30 lembaga inkubator bisnis baru justru memiliki tingkat pengetahuan yang sangat rendah, masing-masing 43,7 persen dan 42,4 persen responden mengaku tidak pernah mendengarnya.
Padahal, menurut laporan StartupBlink pada 2022, Bandung menempati posisi kedua terbaik nasional untuk ekosistem startup dengan skor indeks 1,17, di bawah Jakarta (24,44), dan unggul dari Surabaya, Yogyakarta, dan Medan.
Program lain yang diapresiasi adalah Bandung GerCep, program percepatan layanan publik. Sebanyak 57,9 persen responden menyatakan puas, bahkan 8,4 persen di antaranya menyatakan sangat puas. Salah satu aksi cepat program ini adalah penanganan kasus perundungan siswa pada Februari 2025.
Program Ngabandungan Bandung, yaitu kegiatan wali kota keliling memantau wilayah, juga mendapat respons cukup positif, dengan apresiasi dari 44,7 persen responden.
Namun demikian, tantangan tetap ada. Dua persoalan utama yang masih belum terjawab oleh program unggulan adalah soal kemacetan dan lapangan pekerjaan.
Hanya 18,5 persen responden yang puas dengan ketersediaan lapangan kerja, sedangkan 48,9 persen warga tidak puas terhadap kondisi kemacetan di Kota Bandung.
Dengan tingkat apresiasi dan kritik dari masyarakat tersebut, duet Farhan-Erwin diharapkan dapat bergerak lebih cepat dan strategis untuk menjawab keresahan warga serta memaksimalkan potensi Bandung hingga 2029 mendatang.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang