BOGOR, KOMPAS.com - Sekitar 400 kepala keluarga (KK) yang terdiri dari 1.200 warga di Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, terdampak hujan debu akibat kebocoran fasilitas pabrik semen milik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Hujan debu dari kebocoran pabrik semen tersebut mencemari permukiman hingga membuat sebagian warga batuk-batuk.
Penjabat (Pj) Kepala Desa Citeureup, Padi Ardianto, mengatakan, kejadian itu terjadi pada Minggu (10/8/2025) sekitar pukul 15.30 WIB di kawasan pabrik PT Indocement.
Debu menyelimuti rumah, kendaraan, warung, hingga jemuran warga di beberapa RW.
Baca juga: Copet Nyamar Jadi Pramuka di Kirab Bogor, Pelajar Menangis Kehilangan HP
"Warga terdampak diperkirakan 1.200 di beberapa RW. Rumah, jemuran, warung, hingga lapangan sepak bola tertutup debu putih. Sejumlah warga juga mengeluhkan batuk-batuk," kata Padi sewaktu dihubungi Kompas.com, Jumat (15/8/2025).
Padi menjelaskan, hujan debu mulai menyelimuti permukiman warga sekitar pukul 15.30 WIB dan berlangsung selama 5–7 menit.
Debu sempat beterbangan karena tertiup angin hingga dua jam sebelum akhirnya hujan deras turun pukul 17.00 WIB dan membersihkan permukiman warga.
Menurut dia, dampak paling banyak dirasakan warga RW 5 yang terdiri dari lima RT.
Selain rumah dan lingkungan, sejumlah warung juga sempat menutup dagangan karena terpapar debu.
Hujan debu dari pabrik semen Indocement di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, mencemari permukiman warga pada Minggu (10/8/2025).Sebagian warga terdampak adalah anak-anak yang tengah bermain di sekitar lokasi pabrik.
Beberapa warung juga terpaksa menutup dagangannya karena tertutup debu.
Meski demikian, ia memastikan tidak ada kerusakan material akibat kejadian tersebut.
"Kerugian material tidak ada. Setelah hujan deras jam 5 sore, debu langsung hilang dan sudah dibersihkan juga, penanganan langsung dilakukan,” ujarnya.
Usai insiden, PT Indocement bersama Puskesmas Citeureup menggelar pemeriksaan kesehatan gratis bagi warga terdampak.
Sebagian warga memang mengeluhkan gangguan pernapasan, tetapi pemerintah desa belum bisa memastikan adanya kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).