BANDUNG, KOMPAS.com - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa tidak ada kebijakan pemerintah provinsi yang mewajibkan warga menyumbang uang Rp 1.000 per hari melalui program “Rereongan Sarebu”.
Ia menyebut isu tersebut muncul akibat kesalahpahaman terhadap imbauannya untuk memperkuat solidaritas sosial melalui tradisi gotong royong yang sudah lama hidup di masyarakat.
"Yang ada adalah gubernur meminta warga memperkuat solidaritas sosial dengan mengoptimalkan tradisi yang sudah berkembang di Jawa Barat," ujar Dedi dalam rekaman video yang diterima Kompas.com, Rabu (8/10/2025).
Baca juga: Dedi Mulyadi Bocorkan Cara Baru Dapat Kerja Tanpa Capek Lamar-lamar
Menurut Dedi, tradisi yang dimaksud adalah praktik "Beas Perelek" dan gerakan Gasibu, yang kini ia sebut dengan istilah Poe Ibu.
"Gerakan Beas Perelek, kalau di desa dulu Gasibu, atau saya nyebut Poe Ibu, itu kebiasaan warga Jabar di tingkat RT maupun RW. Setiap malam biasanya nyimpen uang Rp 1.000 di kotak, di depan rumah, atau diganti dengan beras disimpen dalam ruas bambu," katanya.
Uang atau beras yang terkumpul itu, lanjut Dedi, digunakan untuk membantu warga sekitar yang kesulitan hidup. Ia menegaskan ajakannya bersifat sukarela dan tidak berkaitan dengan kebijakan fiskal Pemprov Jawa Barat.
"Fiskal Jawa Barat untuk menangani pendidikan dan kesehatan masih relatif baik. Himbauan saya itu bertujuan untuk menangani masalah warga yang tidak dianggarkan di APBD, karena itu tidak mungkin dianggarkan," tegasnya.
Dedi mencontohkan kasus warga yang sakit tapi tidak punya ongkos ke rumah sakit atau korban begal yang tidak ditanggung BPJS.
Baca juga: Tanggapi Kritik soal Gerakan Rp 1.000 Sehari, Dedi Mulyadi Tegaskan Ada Pemahaman yang Salah
“Nah itu ditangani lewat gerakan Rereongan Sarebu di tingkat RT, RW, kelurahan, hingga kabupaten dan kota,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengumpulkan uang dari masyarakat. “Gubernur tidak memungut sama sekali. Gubernur hanya mengelola Rereongan dari ASN Provinsi Jawa Barat. Itu pun bagi yang mau, yang tidak mau juga tidak apa-apa,” kata Dedi.
Dedi menilai pemberitaan yang mengaitkan gerakan tersebut dengan Kementerian Keuangan sebagai kekeliruan. “Harusnya nanya-nya bukan ke Menteri Keuangan, karena itu bukan ranahnya. Penguatan ketahanan sosial itu ranahnya Menteri Sosial,” ujar dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang