Editor
BANDUNG, KOMPAS.com - Kasus gangguan mata pada anak meningkat. Kementerian Kesehatan mencatat, 40 persen anak SD di Jakarta mengalami gangguan penglihatan, meningkat dari saat pandemi 13-15 persen.
Dokter spesialis mata Rumah Sakit Borromeus Bandung, Ivone Caroline menjelaskan, salah satu gangguan mata yang dimaksud adalah minus.
Ivone mengaku, saat ini semakin banyak anak mengalami mata minus tanpa mereka sadari. Salah satu penyebab utamanya adalah penggunaan gadget yang berlebihan. Banyak anak yang kini tidak bisa lepas dari ponsel, baik di rumah maupun saat bepergian.
“Semua kita pakai handphone, dan anak-anak juga. Anak-anak dari sekolah sekarang sudah mulai diajarkan mengenai teknologi digital. Jadi belajar dari handphone, mengerjakan tugas dari handphone atau laptop, seperti itu,” ujar Ivone di Bandung, Jumat (18/10/2025).
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Karena itu, perlu ada langkah untuk mengendalikan waktu penggunaan gawai agar anak tidak terlalu dini mengalami gangguan penglihatan.
Baca juga: Pemkot Solo Manfaatkan Pemutaran Film Air Mata di Ujung Sajadah 2 untuk Bikin Paket City Tour
Ivone menyoroti rendahnya kesadaran orang tua untuk memeriksakan mata anak. Sebab banyak anak tidak menyadari bahwa penglihatannya buram atau terganggu.
“Untuk kegiatan screening dari kacamata atau refraksi ini sangat penting dalam mendeteksi gangguan refraksi atau mata minus pada anak-anak, terutama usia sekolah, karena mereka butuh penglihatan optimal untuk belajar,” jelasnya.
Idealnya, anak yang tidak memiliki keluhan sebaiknya melakukan pemeriksaan mata sebelum usia lima tahun.
Jika ditemukan gangguan, pemeriksaan perlu dilakukan rutin setiap enam bulan hingga satu tahun sekali.
Selain itu, untuk mengurangi kelelahan mata akibat menatap layar terlalu lama, Ivone menyarankan gunakan metode 20-20-20. Yakni setiap 20 menit menatap layar, alihkan pandangan selama 20 detik ke objek berjarak 20 kaki atau sekitar 6 meter.
Dalam program pemeriksaan mata gratis bagi 2.110 siswa di Bandung Raya, lebih dari 300 siswa mengalami gangguan penglihatan hingga mendapat kacamata gratis.
Eksekutif Vice President BCA, Hera F Karin mengatakan, program ini bertujuan membantu siswa agar bisa belajar dengan lebih nyaman dan fokus.
“Selama ini banyak siswa yang duduk di bagian belakang kelas tidak fokus belajar karena mata minus. Kalau tidak maksimal belajarnya, prestasi pun jadi tidak optimal,” ucapnya.
Hera mengakui, dari 300an yang mendapatkan kacamata gratis, begitu ditelusuri mereka berasal dari keluarga yang tidak berkecukupan.
“Ada yang orangtuanya ojol, buruh bangunan, dan lain-lain,” ungkapnya seraya mengatakan pemeriksaan mata gratis ini ditujukan untuk semua siswa bekerjasama dengan sekolah, rumah sakit, dan Pemprov Jabar.
Salah satu penerima manfaat, Fariuman, siswa SMAN 1 Ciparay, mengaku baru mengetahui bahwa kedua matanya minus 2,25 setelah mengikuti pemeriksaan.
“Sekarang udah dapat kacamata, jadi enakan kalau lihat, nggak buram lagi,” tutur dia.
Sementara itu, Mutiara, siswi kelas 2 SMP Pasundan 1 Bandung, mengatakan sudah satu tahun tidak memeriksa matanya.
“Setahun nggak pernah cek mata lagi padahal harusnya rutin. Nah, pas ikut program ini jadi tahu kalau minus dan silindrisnya nambah. Sekarang sudah dapat kacamata baru yang sesuai,” tutur Mutiara.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang