Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Jubaedah Berdayakan Lansia Buat Kerupuk Kencur dan Jamu Tradisional di Karawang hingga Raih "Local Hero Achievement"

Kompas.com, 5 Agustus 2022, 05:31 WIB
Farida Farhan,
Reni Susanti

Tim Redaksi

KARAWANG, KOMPAS.com - Kamis (4/8/2022) pagi, Jubaedah tengah sibuk memproduksi kerupuk kencur dan jamu tradisional di Desa Tanjung, Kacamatan Banyusari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Perempuan 46 tahun itu juga nampak memberi pengarahan kepada 13 anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Kenanga yang tengah berkutat menyangrai kerupuk. Di Karawang, kerupuk itu disebut kerupuk miskin.

Edah, panggilan Jubaedah, bercerita, dahulu pada 2013 desanya masuk desa rentan pangan. Ada beberapa kriteria desa rentan pangan.

Baca juga: Tabrakan dengan Pelajar 14 Tahun, Perempuan di Kulon Progo Tewas di Tempat

Di antaranya tidak adanya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), jauh dari fasilitas kesehatan, kurangnya sarana pendidikan, dan penghasilan warganya sedikit.

Saat itu Edah yang masih menjadi penjual jamu gendong, resah mendapati desanya disebut rawan pangan. Ia ingin desanya menjadi desa mandiri.

"Emak cuma harus berpikir seperti apa, da ema cuma orang kampung, emak kudu kumaha, akhirnya dikasih saran dari Dinas Pangan (sekarang Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan) harus membentuk kelompok," kata Edah.

Akhirnya terbentuklah Kelompok Wanita Tani Kenanga. Edah kemudian diberi pengarahan oleh Dinas Pangan. Mulai dari diikutkan pendidikan ke Bandung hingga luar provinsi.

"Karena saya orang kampung kalau bikin donat dan lainnya gak sanggup, akhirnya produksi yang ada, yaitu kerupuk kencur sangrai," ujarnya.

Edah dan anggota KWT Kenanga yang sebagian besar terdiri dari lansia itu terus berproses dengan modal pribadi.

Baca juga: Ledakan di Banyumas yang Tewaskan 1 Orang Warga Berdaya Rendah

Pemasarannya dengan menjajakan secara berkeliling. Namun suatu waktu, ia menemui kendala dan produknya behenti.

Suatu hari, rumahnya didatangi pihak Pertamina Gas (Pertagas) dan menanyakan mengapa ada KWT namun kegiatannya tidak ada. Edah pun menjawab apa adanya. Ia tak punya modal.

Pihak Pertagas rupanya berkali-kali datang dengan pertanyaan yang sama. Edah pun berkali-kali menjawab dengan jawaban yang sama.

"Hampir beberapa bulan putar-puter pertanyaan, terus datang emak tanda tangan bahwa emak dibina oleh Pertamina Gas," ucap Edah.

Setelah diberi modal Rp 5 juta, produksi KWT Kenanga terus berlanjut. Alat-alatnya pun bertambah. Hingga kini dapat memproduksi 150 bungkus kerupuk dalam sehari, dari awalnya hanya 20 hingga 30 bungkus. Satu bungkusnya dijual Rp 5.000.

Selain kerupuk kencur, KWT Kenanga juga memproduksi jamu tradisional yang dikemas dengan botol. Ada kunyit, asem, dan sereh. Sehari produksi sebanyak 120 botol. Harganya Rp 5.000 per botol.

Halaman:


Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau