BOGOR, KOMPAS.com - Menjadi pekerja tambang emas ilegal di Banyumas, Jawa Tengah, adalah pilihan sulit bagi delapan orang warga Bogor yang kini dinyatakan hilang.
Mulyadi (40), Marmumin (32), Muhidin (44), Ajat (29), Mad Kholis (32), Cecep Supriyana (29), Rama Abd Rohman (38), dan Jumadi (33) terjebak di lubang sedalam 60 meter sejak Selasa (25/7/2023). Hingga kini, mereka belum bisa diselamatkan dan dinyatakan hilang.
Bekerja menggali tambang emas dilakukan demi mimpi melepaskan diri dari lingkaran kemiskinan. Sebab, mereka adalah tulang punggung keluarga.
Para korban masih merupakan satu keluarga yang berasal dari pelosok Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tempat tinggal mereka terpisah di tiga desa, yakni desa Kiarasari dan Kiarapandak Kecamatan Sukajaya dan desa Cisarua.
Baca juga: Potret Kemiskinan di Pelosok Bogor Membuat Satu Keluarga Jadi Korban Tambang Emas Banyumas
Hampir semua warga di daerah itu memiliki tingkat rata-rata upah yang sangat rendah. Lapangan pekerjaan sulit didapat karena terhalang ijazah, membuat kebanyakan warga bekerja sebagai buruh serabutan, petani, atau berdagang.
Demi mendapat upah layak, delapan penambang yang masih memiliki ikatan saudara ini pun merantau ke Jawa Tengah, menjadi penambang emas ilegal.
"Ya mungkin juga karena sangat minim lapangan pekerjaan ya, akhirnya memilih nambang emas di Banyumas," ujar Kades Kiarasari, Ahyar Suryadi kepada Kompas.com, Rabu (2/8/2023).
Ahyar mengatakan, upah masyarakat tidak menentu. Buruh serabutan umumnya diupah Rp 50.000 per hari, yang hanya cukup untuk makan.
"Petani juga di sini hanya cukup buat sehari-hari. Kadang nggak mencukupi buat anak-anak. Kondisinya miris. Kalau ditanya angka kemiskinan di sini mah ya, mayoritas (miskin)," ungkap Ahyar.
Khusus di Kampung Gunung Leutik, Desa Kiarasari, Sukajaya, Kabupaten Bogor, korban penambang emas ilegal paling banyak. Mereka adalah Mulyadi, Marmumin, Muhidin, dan Ajat.
Kompas.com berkunjung ke salah satu rumah korban, Ajat. Ia memiliki dua anak perempuan yang masih kecil.