Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inovasi Petani di Tasikmalaya Manfaatkan Gravitasi agar Tetap Bisa Panen Saat Kemarau

Kompas.com - 09/08/2023, 17:14 WIB
Irwan Nugraha,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Para petani sayuran di Kampung Karacak, Kelurahan Singkup, Kecamatan Purbaratu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, mulai berinovasi saat musim kemarau supaya bisa panen dan tak merugi gagal tanam akibat kekeringan. 

Salah satunya dengan membuat saluran air memakai pipa dengan hukum gravitasi dari sumber air ke lahan pertanian dengan jarak sampai 1,5 kilometer lebih. 

Biaya pipanisasi air itu bersumber dari swadaya para petani yang terus berjuang supaya tak gagal tanam saat kemarau dan masih bisa membiayai kehidupan keluarganya sehari-hari. 

"Saluran pipa tersebut untuk mengambil pasokan air di wilayah Margabakti, Cibeureum. Kemudian melewati Sungai Cikalang dengan memanfaatkan hukum gravitasi untuk menghemat biaya. Di wilayah ini ada lahan sekitar 200 bata. Alhamdulilah, sekarang sedang ditanami bayam dan pare, panen kemarin timun dan cabai," jelas Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Karya Mukti Singkup Purbaratu, Jenggo (51) kepada Kompas.com, Rabu (9/8/2023). 

Baca juga: Kemarau Panjang Akibatkan Pendangkalan di Rawa Pening, Air Surut hingga 3 Meter

Jenggo menambahkan, untuk membuat saluran air darurat di musim kemarau itu para petani membutuhkan sampai 400 batang pipa berukuran 4 inci. 

Tujuannya, dengan tekanan gravitasi, air bisa mengalir normal dan bisa menyirami seluruh tanaman para petani.

"Setidaknya bisa menghemat biaya untuk menyiram, tanpa listrik juga. Kalau menyuruh orang minimal sampai siang itu Rp 30.000 sampai Rp 50.000 per hari kalau siram manual. Jadi kalau ini gratis dan lancar," ungkap dia. 

Jenggo mengaku cara yang dilakukan petani saat kemarau di wilayahnya itu merupakan teknik turun temurun di wilayahnya. 

Baca juga: BMKG Ungkap Fenomena Hujan Sangat Lokal di Musim Kemarau

Bahkan, seiring dengan berkurangnya lahan pertanian di wilayahnya inovasi pipanisasi saluran air pertanian ini pun menjadi sedikit. 

"Dulu sejak tahun 1986 sampai 13 jalur, sekarang sisa lima jalur. Sebelum ditanami hortikultura. Di sini penuh dengan tanaman mendong (bahan tikar) sampai hektaran. Kalau bantuan dari pemerintah mah, katanya mau. Tapi sudah bertahun-tahun tidak terealisasi. Swadaya masyarakat saja," ujar dia. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com