BANDUNG, KOMPAS.com - Minggu (29/10/2023) menambah daftar rentetan hari dan tanggal yang murung dan tak berkesudahan bagi Aep Rahmat (58), sopir angkutan kota (angkot) jurusan Leuwi Panjang-Soreang, Kabupaten Bandung.
Mahalnya harga bahan bakar minyak (BBM) dan hilangnya penumpang menjadi persoalan yang terus membayangi Aep setiap mencari penumpang di jalan.
Baca juga: Curhat Driver Ojol, Sepi Orderan karena Tersaingi Angkot JakLingko Gratis
Pagi itu, perempatan Kopo lengang. Perempatan yang biasa menjadi titik kumpul angkot yang memiliki trayek melintasi Kota dan Kabupaten, tak seperti biasanya.
Suara Aep memanggil calon penumpang, sama seperti sopir angkot lain.
Angkot jurusan Leuwi Panjang-Soreang memiliki rute Terminal Leuwi Panjang-Jalan Soekarno-Hatta-Jalan Kopo-Jalan Katapang-Jalan Soreang hingga ke Terminal Soreang, Kabupaten Bandung.
Angkot jurusan Leuwi Panjang-Soreang memiliki trayek cukup panjang karena melewati Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.
Aep mengatakan, 8 tahun terakhir dia bersusah payah menghasilkan setoran cukup meski trayek panjang.
"Kalau sekarang mah enggak kaya dulu, berusaha terus berusaha. Kenyataannya kayak gini, penumpang semakin susah dicari," katanya ditemui di sela-sela Aep memanggil penumpang, Minggu (29/10/2023).
Untuk merasakan dampak yang dirasakan Aep, Kompas.com mencoba menaiki Angkot milik Aep dengan jurusan Leuwi Panjang-Soreang.
Angkot dengan warna khas hijau bergaris merah itu, kata Aep, sudah lama menjadi andalan warga Kabupaten Bandung, terutama warga Soreang, jika ingin bepergian ke Kota Bandung.
Angkot Leuwi Panjang-Soreang memiliki 20 titik pemberhentian yang tersebar di sepanjang rute antara Leuwi Panjang hingga Terminal Soreang.
Sekitar pukul 07.35 WIB, Aep mulai menyalakan mesin si hijau dan meninggalkan perempatan Kopo. Meski merayap, Aep terus melihat sisi kanan dan kiri jalan mencari penumpang.
Menurut Aep, pagi hari tak menjamin "muatan" (sebutan untuk penumpang) akan penuh. Tak sedikit anak sekolah atau ibu-ibu yang akan ke pasar lebih memilih membawa kendaraan pribadi atau diantar.
"Apalagi yang kerja, sok tingal seuseurna mah make motor (coba lihat kebanyakan pake motor), tos alimeun make angkot (udah enggak mau pake angkot)," kata Aep sambil menjalankan angkotnya.
Aep mengaku, sejak berangkat dari Leuwi Panjang hingga perempatan Kopo belum ada sepeser pun uang yang masuk ke saku.
Dalam perjalanan, Aep curhat, dirinya dan sopir angkot lain merasa seperti objek pemerintah.
"Sebelum (BBM) naik, kita udah susah ekonomi karena Covid-19. Mun borok mah, karek rek cageur geus dihantem deui (kalau ibarat luka mah, baru mau sembuh udah dipukul lagi). Kalau terus gini mau sembuh gimana kita," keluhnya.
Dalam sehari, Aep biasa menjalankan angkot tiga rit atau tiga kali pulang pergi Leuwi Panjang-Soreang. Jarak tempuh ini setara dengan perjalanan Bandung-Jakarta menggunakan mobil.
"Dulu setoran Rp 150.000 satu rit, kalau di kali tiga sudah Rp 450.000, sekarang jauh sekali," jelasnya.
Saat ini, para sopir angkot Leuwi Panjang-Soreang dibebankan setoran Rp 80.000 per hari. Namun, angka tersebut sulit didapatkan kini.