KOMPAS.com - Kenaikan harga beras yang kini terjadi masih menjadi topik perbincangan masyarakat. Meski stoknya disebut dalam kondisi aman, harga untuk beras premium saja saat ini mencapai Rp 18.000 per Kg.
Menurut calon anggota DPR RI dari Partai Gerindra, Dedi Mulyadi, kenaikan harga beras kali ini seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak agar lebih menghargai keberadaan sawah.
Dia mengatakan, berkurangnya luas lahan sawah akan menurunkan jumlah produksi sehingga berdampak pada harga beras di pasaran.
“Setiap hari makan nasi dari beras, tapi tidak pernah menghargai sawah dan buruh tani. Beras harus murah terus, tapi setiap hari perumahan, pabrik, ruko dibangun dengan menggusur sawah,” kata Dedi dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kompas.com, Kamis (29/2/2024).
Dedi menilai, pola pikir masyarakat juga perlu diubah agar bisa mengalokasikan keuangan secara baik dan tidak terjebak dalam konsumerisme.
Baca juga: Paslon Nomor Urut 2 Unggul di Kulon Progo, Partisipasi Pemilih Lebih Tinggi dari 2019
“Harga skincare, rokok, HP, motor, baju naik diam saja, tetap beli. Giliran harga beras yang naik ribut semuanya, seperti dunia mau kiamat,” ujar Dedi.
Dia mencontohkan, satu kali membeli paket skincare, seseorang rela mengeluarkan uang minimal Rp 150.000 per bulan. Atau, lanjutnya, orang rela membayar setidaknya Rp 20.000 demi membeli satu bungkus rokok per hari.
Padahal, Dedi menambahkan, uang yang dikeluarkan demi membeli rokok atau skincare bisa digunakan untuk membeli minimal 10 kg beras.
Berdasarkan data BPS dan Kementan, pada tahun 2022, rata-rata orang Indonesia mengonsumsi beras sebanyak 0,222 kg per hari atau 10 kg beras untuk sekitar 40-45 hari.
“Jadi yang diutamakan itu bukan yang dipakai, tapi yang dimakan. Kita itu suka terbalik, mending makan hanya pakai sambal daripada tidak pakai gelang,” ucap Dedi.
Baca juga: Lokasi Judi Online di Riau Digerebek, Beroperasi 2 Tahun, Raup Untung Rp 18 Miliar
Menurutnya, tugas pemerintah selanjutnya tidak hanya memastikan ketersediaan dan meningkatkan produktivitas pangan tetapi juga memperbaiki pola pikir masyarakat.
Selain itu, Dedi menjelaskan, petani juga tidak boleh dirugikan, caranya, pemerintah harus membeli gabah ke petani dengan harga yang layak.
"Di negara lain, petani itu tidak berpikir apa pun, infrastruktur sudah baik, obat-obatan dan pupuk (tanaman padi) disiapkan negara, hasil produksinya dibeli, lalu disimpan di gudang, karena di gudang terlalu penuh, dikirimlah ke negara kita," tutur Dedi kepada wartawan, sebagaimana dalam video yang diunggah di akun Instagram-nya, Kamis (29/2/2024).
"Kalau ingin harga gabah standar, pemerintah harus membeli hasil produksi rakyat. Kemudian, pemerintah bisa menjualnya dengan harga standar, tidak boleh meningkat lagi," sambungnya.
Baca juga: Samsudin Bikin Konten Bertukar Pasangan demi Subscriber, Kini Diperiksa Polda Jatim
Menurutnya, petani adalah kelompok masyarakat yang tidak pernah mengeluh meski dalam kondisi sulit. Padahal, mereka memberikan sumbangsih bagi ketahanan pangan negara.
"Mereka (petani) tidak pernah mengeluh, menanam lagi, dan tetap tidak berutang," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.