Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menteri LH Desak Dedi Mulyadi Revisi Tata Ruang: 1,2 Juta Hektar Kawasan Lindung Hilang

Kompas.com, 8 Juli 2025, 19:44 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Reni Susanti

Tim Redaksi


BOGOR, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol mendesak Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, segera merevisi tata ruang wilayah provinsinya yang dinilai bermasalah.

Hal tersebut disampaikan Hanif menyusul jatuhnya korban jiwa akibat bencana longsor dan banjir di kawasan Puncak Bogor akhir pekan lalu.

Baca juga: Gaji Honorer Tak Cukup, Keponakan Dedi Mulyadi Jualan Gorengan hingga Raup Rp 2 Juta Sehari

Tata Ruang Jabar 2022 Menyimpang

Hanif menegaskan, perubahan tata ruang Jawa Barat tahun 2022 telah menyimpang dari Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan berdampak pada hilangnya 1,2 juta hektare kawasan lindung.

"Dampaknya seperti ini. Sudah banyak korban jiwa. Saya telah meminta Bapak Gubernur untuk segera kembali ke KLHS yang pernah dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup sebelumnya. Tata ruangnya harus direvisi," kata Hanif saat meninjau lokasi longsor di kawasan Puncak, Senin (7/7/2025).

Ia menilai, dokumen tata ruang 2022 telah mengubah fungsi kawasan yang sebelumnya bersifat lindung menjadi non-lindung, termasuk di wilayah hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Cimandiri.

Baca juga: Alasan Farhan Tolak Usulan Dedi Mulyadi Bongkar Teras Cihampelas: Nilainya Rp 80 Miliar

Kondisi tersebut memperbesar risiko bencana hingga berujung menimbulkan korban jiwa.

Selama ini, perubahan tata ruang tidak sesuai dengan arahan kajian KLHS yang seharusnya menjadi acuan.

"Ternyata di tata ruang Jawa Barat ini benar-benar mengubah dari yang dimintakan oleh kajian lingkungan hidup strategis oleh para pemutus kebijakan di Jawa Barat," ujarnya.

Akibatkan Korban Jiwa

Menurut Hanif, revisi tata ruang sangat mendesak karena bencana terus berulang di kawasan rawan seperti Puncak atau DAS Ciliwung dan DAS Cimandiri.

Ia mencatat, bencana banjir dan longsor di wilayah tersebut kerap menimbulkan korban jiwa dalam dua tahun terakhir.

Apalagi, kawasan Puncak kini juga menjadi langganan banjir dan longsor yang terus menelan korban jiwa.

"Kalau sudah menimbulkan korban berlarut-larut seperti ini, tidak menutup kemungkinan kami akan menyelidiki perubahan tata ruang Jawa Barat yang menyebabkan banjir dan longsor makin parah,” tegasnya.

Hanif menyatakan, Kementerian Lingkungan Hidup akan mendalami apakah perubahan fungsi ruang itu akibat kelalaian atau kesengajaan. Ia menyebut, penyimpangan ini tak bisa lagi ditoleransi.

“Dari 1,6 juta hektare kawasan lindung pada 2010, tinggal 400 ribu hektare yang tersisa di tata ruang 2022. Ini yang 1,2 juta hektare hilang, ada kepentingan apa sampai berubah? Korban sudah berjatuhan, ini tidak bisa dibiarkan,” katanya.

Kementerian Bertindak Tegas

Menurut dia, KLHS seharusnya menjadi rujukan utama dalam penyusunan tata ruang, bukan justru diabaikan. Ia menyebut Kementerian akan bertindak tegas dan menyelidiki pihak-pihak yang terlibat dalam penetapan tata ruang tersebut.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau