Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dedi Mulyadi Kembali Menangis Lihat Bogor: Rakyat Jadi Keset, Konglomerat Kaya dari Gunung

Kompas.com, 14 Juli 2025, 17:23 WIB
Reni Susanti

Editor

BOGOR, KOMPAS.com — Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyampaikan kegundahannya di hadapan warga Parungpanjang, Kabupaten Bogor, dalam kegiatan Abdi Nagri Nganjang Ka Warga.

Di tengah acara, terjadi momen emosional ketika Dedi mengaku kerap menangis setiap kali menyaksikan kondisi alam di Bogor.

"Kang Dedi kunaon ceurik wae, lain ceurik teu boga pamajikan, tapi ceurik nyengceurikan ieu lembur (Kang Dedi kenapa terus menangis, bukan menangis karena tak punya istri, tapi menangisi ini kampung)," ujar Dedi dikutip dari Tribun Jabar, Senin (14/7/2025).

Baca juga: Dedi Mulyadi Atur Jam Masuk Sekolah 06.30 WIB, Farhan Pilih Skema Sendiri di Bandung

Ia mengaku sedih karena banyak gunung di Bogor yang digali dan dihancurkan demi proyek-proyek properti di Jakarta dan Tangerang, membuat rakyat sengsara sementara para pemodal menjadi kaya.

"Gunung Rentul, batu sing gulutuk, jadi wangunan di Tangerang, jadi wangunan di Jakarta, ngalahirkeun properti, (gunung, batu menjadi bangunan di Tangerang, Jakarta, melahirkan properti), " ungkapnya.

"Jelema nu baleunghar ti gunung batu nu aya didieu," tambah Dedi.

Baca juga: Dedi Mulyadi Bongkar Bangunan Kumuh TPA Sarimukti, Warga Diberi Uang Pengganti

Sindiran untuk Konglomerat

Dalam kesempatan itu, Dedi juga menyentil para konglomerat yang menikmati keuntungan besar dari hasil tambang, sementara rakyat setempat menderita karena debu, polusi, dan jalan rusak.

"Ngalahirkeun konglomerat-konglomerat, ari rakyatna masyarakat lebu ngebul, unggal poe jalan renyul,(melahirkan para konglomerat, sedangkan rakyatnya hanya menerima debu, tiap hari jalan rusak)," kata Dedi dengan nada getir.

"Nu maot unggal usik, penyakit Ispa kuring ceurik, teungteuingeun ieu nagara, ngakaya ka rakyatna sorangan, (yang meninggal banyak, penyakit ISPA saya menangis, tega nian ini negara, membuat rakyat menderita)," tambahnya.

Dedi juga menyayangkan mengapa masalah ini tidak kunjung selesai, padahal sudah berulang kali dibahas bersama pemerintah kabupaten.

"Sumoreang ka alam ka tukang baheula, pan aya Pakuan Pajajaran," ujarnya, mengingatkan kembali nilai-nilai luhur leluhur Sunda.

"Pakuan Pajajaran aya Kanjeng Prabu Siliwangi, Sri Baduga Maharaja Jaya Dewata Ratu Haji bubar kata tauran di Pakuan ngahiang teuing kamana leungit tanpa lebih ilang tanpa ninggalkeun rakyatna nu sing gorowok, sing koceak papentar paham jeung pamimpinna," tutur Dedi, menyelipkan kritik dengan gaya bahasa Sunda.

Keresahan Warga Parungpanjang

Selain soal kerusakan alam, Dedi Mulyadi juga mendengar keluhan warga terkait kondisi jalan di Parungpanjang yang rusak parah akibat lalu lintas truk tambang.

Ia mengaku sudah berbicara dengan kepala Bappeda untuk mengalokasikan anggaran Rp100 miliar guna memperbaiki jalan tersebut.

"Barusan saya sempat menelepon kepala Bappeda. Saya paksa perubahan anggaran masuk dari Rp100 miliar untuk membenahi jalan Parung Panjang," katanya.

Halaman:


Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau