Editor
KOMPAS.com – Pernikahan sakral antara anggota DPRD Jawa Barat, Maulana Akbar Ahmad Habibie, yang juga anak Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dengan Putri Karlina, anak dari Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto, menyimpan pesan mendalam di balik simbol-simbol yang digunakan dalam prosesi.
Digelar di Pendopo Garut, Jawa Barat, Rabu (16/7/2025), prosesi akad nikah ini tak hanya menyatukan dua keluarga besar, tetapi juga menjadi refleksi kearifan lokal dan filosofi budaya Sunda, terutama melalui simbol angka sembilan (9) yang menjadi pusat perhatian dalam mahar yang diserahkan.
Baca juga: Mahar Pernikahan Putra Dedi Mulyadi Serba Angka 9, Ini Filosofinya
Dalam pernikahan ini, Maulana memberikan mahar yang tidak biasa berupa beragam benih kehidupan, dari hewan ternak hingga tanaman lokal.
Semua jumlahnya disesuaikan dengan angka sembilan.
Baca juga: Putra Dedi Mulyadi dan Putri Kapolda Metro Jaya Resmi Menikah, Maharnya Hewan Ternak
Adapun rincian maharnya meliputi: 9 ekor sapi, 9 ekor domba, 9 ekor ayam pelung, 9 jenis ikan mas, 9 tanggungan ikan burame, 9 ayakan, 9 jenis padi lokal khas Sunda, dan 90 jenis pohon dan benih kayu
Dedi menjelaskan bahwa angka sembilan bukan dipilih secara kebetulan. Ia memiliki filosofi mendalam dalam budaya Jawa dan Sunda.
“Angka sembilan itu angka puncak. Sepuluh itu bukan angka, Pak, karena sepuluh itu satu dengan nol. Dia kembali ke satu,” ujar Dedi Mulyadi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Rabu .
Baca juga: Dedi Mulyadi Jadi Mak Comblang, Kisah Cinta Putri Karlina dan Putranya Berujung Pernikahan
Dedi menguraikan bahwa pernikahan bukan sekadar seremoni atau ikatan antara dua insan, tetapi juga proses spiritual dan kultural dalam menanam benih kehidupan.
"Benih sapi, benih domba, benih ikan, benih padi, benih pohon, benih kayu, semua itu adalah simbol kehidupan yang berkelanjutan. Menikah itu bukan sekadar ritual, tapi membangun siklus kehidupan.”
Filosofi angka sembilan dalam pernikahan ini merepresentasikan puncak dari siklus kehidupan, yang pada gilirannya kembali ke awal sebagai simbol kesinambungan.
Hal ini sejalan dengan harapan agar rumah tangga yang dibangun akan terus bertumbuh, berakar kuat, dan selaras dengan alam.
Adapun seluruh mahar yang disiapkan berasal dari hasil bumi dan ternak tanah Pasundan, menguatkan pesan bahwa pernikahan sebaiknya berpijak pada akar budaya lokal yang menjaga keseimbangan antara manusia dan lingkungan. (Penulis: Farid Assifa)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang