BANDUNG, KOMPAS.com - Sindikat perdagangan bayi yang beroperasi di Pontianak diungkap Polda Jabar.
Dalam modus operandi mereka, bayi-bayi yang menjadi komoditas perdagangan manusia ini disalurkan ke penampungan di Pontianak sebelum diserahkan kepada orangtua adopsi (adopter) di Singapura.
Tersangka utama, AHA (59), diduga melakukan pemalsuan dokumen untuk memfasilitasi proses adopsi ilegal tersebut.
Baca juga: Polisi Ungkap Fakta Sindikat Perdagangan Bayi, 16 Pelaku, 4 Penampung, hingga Pembuat Dokumen Palsu
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jabar, Kombes Surawan, menjelaskan modus pelaku dalam memalsukan dokumen.
"Korban bayi ini dimasukkan ke dalam kartu keluarga seseorang untuk kemudian tersangka mengurus akta kelahirannya. Sekaligus di dalam akta itu disampaikan bahwa orangtua kandungnya adalah yang ada dalam KK, sehingga ini sudah ada unsur pemalsuannya," ungkap Surawan dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Kamis (17/7/2025).
Setelah dokumen selesai, tersangka juga mengurus paspor bayi-bayi tersebut untuk memudahkan akses masuk ke Singapura.
"Nanti (bayi) dibawa ke Jakarta lagi, untuk dibawa ke Singapura," tambahnya.
Baca juga: Tersangka Perdagangan Bayi: Saya Benci Orangtuanya, Dia Jual, Dia Lapor
Berdasarkan pengakuan sementara, tersangka mengaku telah beroperasi sejak tahun 2023 dan berhasil menyiapkan 25 bayi untuk dijual ke Singapura.
Dari jumlah tersebut, 15 bayi telah diserahkan kepada adopter di Singapura, enam bayi berhasil diselamatkan, dan sisanya masih dalam penelusuran.
"Untuk yang di Singapura kita sedang cek, kita sedang mendalami termasuk adopter yang di sana," ujar Surawan.
Penyidik berencana kembali ke markas sindikat di Pontianak untuk mengambil dokumen-dokumen yang belum didapatkan, termasuk dokumen adopter dan paspor para pelaku.
"Nanti kita cross-check datanya dengan data bayi yang berangkat," katanya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, menambahkan, sebelum disalurkan ke Singapura, bayi-bayi tersebut dibawa ke Pontianak untuk dibuatkan dokumen, mulai dari akta hingga paspor.
"Selama bayi-bayi berada di Pontianak, bayi-bayi tersebut diasuh oleh beberapa pengasuh yang berada di bawah kendali tersangka S (AHA) dan kendali L," jelasnya.
Selain membuat akta lahir dan paspor, tersangka AHA juga mencarikan orangtua kandung palsu dengan memasukkan identitas bayi ke dalam kartu keluarga orang tersebut.
"Tersangka S (AHA) memalsukan surat keterangan lahir dan KK," tambahnya.
Setelah identitas bayi selesai dibuat, tersangka kemudian kembali ke Jakarta untuk terbang ke Singapura. "Kemudian bayi-bayi ini selanjutnya diadopsi secara ilegal di Negara Singapura," tutup Hendra.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang