BANDUNG, KOMPAS.com - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bandung telah menahan mantan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung Barat berinisial ES, terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan mobil caravan untuk laboratorium Covid-19.
Selain ES, dua orang lainnya ikut terlibat. Yakni CG selaku Direktur PT Mukti Artha Sehati dan RDS selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Kepala Kejari Kabupaten Bandung, Donny Hariono Setyawan menjelaskan, tindak pidana tersebut terjadi pada 2021.
Baca juga: Jaksa Selidiki Dugaan Penyalahgunaan Dana Covid-19 Rp 8,7 Miliar di RSUD Maumere, 12 Orang Diperiksa
Mobil caravan yang diperuntukkan untuk penanganan Covid-19 memiliki nilai kontrak sebesar Rp 6 miliar.
"Bahwa dalam pelaksanaan pengadaan satu unit mobil caravan untuk Covid-19 telah terjadi perbuatan-perbuatan melawan hukum," ungkap Donny saat gelar perkara di Kantor Kejari di Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Kamis (17/7/2025).
Donny menambahkan, UPT Laboratorium dan Penunjang Medik Kabupaten Bandung Barat tidak pernah mengajukan permohonan pengadaan mobil caravan untuk laboratorium Covid-19.
Baca juga: Jadi Tersangka Korupsi Rp 877 Juta, 3 ASN DLH Sukabumi Diberhentikan Sementara
Selain itu, ditemukan fakta bahwa PPK tidak pernah membuat Kerangka Acuan Kerja (KAK) dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) pada tahap pelelangan.
"Jadi kuat dugaan ES selaku pengguna anggaran dan RDS selaku PPK berupaya agar PT Multi Artha Sehati yang dipimpin oleh CG memenangkan lelang tersebut. Padahal, PT Multi Artha Sehati tidak memenuhi syarat, karena perusahaan itu merupakan perusahaan konstruksi," jelas Donny.
Ketiga tersangka diduga bekerja sama seolah-olah pengadaan tersebut telah sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam kontrak.
Akibatnya, pembayaran 100 persen dilakukan kepada RDS, meskipun mobil tersebut tidak dapat digunakan sesuai peruntukannya karena tidak terpenuhinya syarat-syarat administrasi dan teknis sebagai mobil caravan untuk laboratorium Covid-19.
Negara mengalami kerugian sebesar Rp 3.077.881.200,00.
Donny mengungkapkan, pasal yang disangkakan berdasarkan surat perintah penyidikan adalah pasal 2 ayat 1 UU No 31 Tahun 1999 dan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun sampai ancaman hukuman seumur hidup," tutupnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang