CIANJUR, KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi praktik pungutan uang partisipasi orangtua di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Cianjur.
Ia berharap agar di seluruh wilayah Jawa Barat tidak ada praktik pungutan dalam bentuk apa pun oleh pihak sekolah.
“Pagi ini saya dikirimi terus berita tentang pungutan di MAN 1 Cianjur, dan ada penjelasan dari humasnya bahwa pungutan itu dilakukan, atau sumbangan itu, atau infak itu dilakukan karena untuk menutupi biaya operasional yang tidak cukup, yang bersumber dari BOS atau BPMU,” ujar Dedi dalam unggahannya di akun Instagram, yang dikutip Kompas.com, Rabu (23/7/2025).
Baca juga: Pegawai Pariwisata Kritik Dedi Mulyadi: Setiap Kritik Dijawab via Medsos, Belum Punya Nyali
Meskipun pengelolaan MAN berada di bawah kewenangan Kementerian Agama, Dedi menegaskan, seharusnya tidak ada perbedaan antara MAN dan Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) terkait pungutan.
“Memang (MAN) bukan di bawah gubernur. Tapi, sebagai gubernur, perlu saya sampaikan bahwa BOS MAN dan SMAN itu sama, BPMU-nya juga sama. Pertanyaannya adalah, mengapa kalau di SMAN tidak ada pungutan, tetapi di MAN ada pungutan, kan dua-duanya sumber uangnya sama, dan nilai uangnya juga sama,” tutur Dedi.
Dedi juga menyoroti alasan pihak MAN 1 Cianjur yang memungut sumbangan orangtua dengan dalih untuk menunjang capaian program unggulan sekolah.
Baca juga: Kemenag Cianjur soal Dana Sukarela MAN 1: Yang Sanggup Silakan, yang Tidak, Tak Masalah
Ia berpendapat, setiap sekolah pasti memiliki target, dan target tersebut mestinya bisa dicapai dengan memaksimalkan dana yang tersedia.
“Sebagai wakil dari orangtua di seluruh Jawa Barat, saya ingin semua sekolah di Jabar setara, tidak ada perbedaan, baik yang dikelola provinsi atau oleh Kemenag,” imbuhnya.
Sebelumnya, orang tua siswa MAN 1 Cianjur menyampaikan protes terhadap kebijakan sumbangan pendidikan sukarela yang diberlakukan sebagai pengganti Uang Dana Bulanan (UDB).
Meski disebut bersifat sukarela, dalam surat pernyataan kesediaan justru tercantum pilihan nominal sumbangan, mulai dari yang terkecil hingga terbesar dengan besaran Rp2,5 juta, Rp2,7 juta, dan Rp3 juta.
Saat dikonfirmasi, pihak sekolah menegaskan bahwa mereka tidak pernah mematok besaran sumbangan yang diminta kepada orangtua siswa.
Permintaan partisipasi orangtua melalui komite madrasah disebut sebagai upaya mendukung capaian program-program sekolah yang tidak dapat sepenuhnya dibiayai oleh anggaran pemerintah, seperti BOS dan BPMU.
Pihak sekolah juga menyebut bahwa penggalangan dana oleh komite diperbolehkan secara regulasi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2020 tentang Komite Madrasah, serta Surat Keputusan Dirjen Pendis Nomor 3601 Tahun 2024.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang