KOMPAS.com- Muhammad Endang Junaedi, pemilik jembatan penyeberangan perahu poton di Dusun Rumambe 1, Desa Anggadita, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang mengaku membuat jembatan penyeberangan perahu tak hanya soal bisnis.
Dia juga membantu masyarakat. Selain memangkas jarak, ia menyebut hadirnya jembatan penyeberangan itu memantik perekonomian warga.
Sebab selain jembatan, Endang mengaku memperbaiki akses warga.
Baca juga: Cerita Pengguna Jembatan Haji Endang Beromzet Rp 20 Juta Per Hari: Hemat Waktu 1 Jam
"Banyak warga berjualan di sepanjang jalan. Saya juga merekrut sekitar 40 orang dengan tidak memandang usia," ucap pria 62 tahun itu.
"Gajinya macem- macem. Ada yang UMK ada yang tidak. Ada beberapa indikatornya. Misalnya lama kerja dan rajin tidaknya," kata dia
Jembatan perahu poton itu diketahui menghubungkan Desa Anggadita Kecamatan Klari dengan Desa Parungmulya Kecamatan Ciampel, menyeberangi Sungai Citarum. Sekali menyeberang tarifnya Rp 2.000.
"Dari awal sejak masih eretan (tarifnya) enggak naik, masih Rp 2.000. Namun tidak paten, kadang ada yang ngasih Rp 1.000 kadang ada juga yang enggak (bayar) ya enggak apa-apa. Apalagi jika warga sekitar," ucap Endang.
Baca juga: Cerita Haji Endang, Pemilik Jembatan Perahu di Karawang yang Beromzet Rp 20 Juta
Pria 62 tahun itu mengatakan, setiap hari tak kurang dari 10.000 pengendara sepeda motor melewati jembatan perahu ponton itu.
Meski begitu, kata dia, tiap hari biaya operasional berkisar Rp 8 juta. Mulai dari perawatan, penerangan, hingga upah.
"Perawatan itu termasuk juga perawatan jalan akses ke sini," ucap dia.
Pembuatan jembatan ini berawal dari permintaan seorang tokoh Dusun Rumambe kepadanya pada 2010 lalu.
"Karena jalan buntu, agar kampungnya enggak terisolasi maka perlu dibangun penyeberangan. Dulu ini tempat menyeberang kerbau," kata dia.
Endang mengaku, sempat meminta izin kepada Bupati Karawang saat itu, Dadang S. Muchtar. Ia menawarkan kerja sama dengan pemda.
Namun karena beberapa alasan, termasuk risiko, Dadang menyarankan Endang menjalankannya sendiri.
Endang lalu memberitahukan kepada warga sekitar soal rencana pembangunan penyeberangan. Termasuk juga kepada warga Desa Parungmulya, Kecamatan Ciampel.
"Enggak semua warga mendukung. Ada yang takut nanti banyak maling dan lain -lain. Tapi sebagian besar tokoh mendukung," ucapnya.
Berjalannya waktu, dibangunlah penyeberangan yang menghubungkan Desa Anggadita Kecamatan Klari dan Desa Parungmulya Kecamatan Ciampel. Jembatan itu berbahan kayu dan menyeberangi Sungai Citarum.
"Awalnya tidak ada kepikiran untuk berbisnis, niatnya menolong masyarakat. Namun membutuhkan perawatan, baik perahu, jalan, penerangan, hingga upah yang kerja," kata dia.
Baca juga: 73 Jembatan Gantung Akan Dibangun Tahun 2022, di Mana Saja?
Jasa penyeberangan itu lalu dibanderol Rp 2.000 dan tak naik hingga kini. Setiap hari ribuan karyawan pabrik hingga warga melintasi jembatan penyeberangan itu. Karena pernah karam pada 2014, akhirnya Endang dengan para pekerja berputar otak, memikirkan konsep jembatan penyeberangan yang aman.
Ia mengaku pernah tiga kali mengganti perahu kayu. Kemudian teranyar menggunakan besi alias perahu ponton.
Modalnya jika ditotal dan dibuat sekaligus, menurut Endang, bisa mencapai Rp 5 miliar. Ia bahkan juga beberapa kali meminjam ke bank.
"Kita otodidak aja. Kita pikirkan juga safety-nya," ucapnya.
Kardi salah seorang pengendara menyebut melintasi penyeberangan itu dapat menghemat waktu sekitar satu jam.
Saban hari Kardi mengaku sedikitnya enam kali melintasi jembatan penyeberangan perahu poton itu.
Sebab pekerjaannya mengantarkan roti ke warung - warung di area kawasan industri yang berada di seberang Sungai Citarum.
"Sangat terbantu. Kalau muter sejaman (sekitar satu jam)," ungkap dia.
Baca juga: Tim Identifikasi Jembatan Kacangan yang Ambruk di Gresik Terkendala Debit Air Kali Lamong
Ia pun mengaku tak keberatan membayar Rp 2.000 saat menyeberang. Sebab jika memutar justru ongkos transportnya lebih besar.
Hal yang sama disampaikan Sidik (45). Dengan melewati jembatan itu, ia mengaku menghemat waktu menjadi hanya sekitar 20 menit menuju tempat kerja. Jika memutar memakan waktu sekitar 40 menit.
"Aksesnya mempercepat ya, daripada mutar," kata Sidik.
(Penulis : Kontributor Karawang, Farida Farhan/Editor : Pythag Kurniati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.