"Yang kita ketahui kini adalah tempat pengolahan limbah air paling modern dan efisien sekalipun tidak sepenuhnya mampu mengurai zat-zat ini sebelum dibuang ke sungai atau danau," lanjutnya.
Obat-obat yang paling sering ditemukan di lokasi-lokasi pengambilan sampel adalah carbamazepine yang biasa digunakan sebagai obat epilepsi serta metformin yang kerap dipakai sebagai obat diabetes.
Tiga zat lainnya yang paling banyak didapati adalah kafein, nikotin, dan parasetamol.
Di Afrika, artemisinin yang digunakan sebagai obat antimalaria, juga ditemukan dalam konsentrasi tinggi.
"Kami bisa berkata bahwa (dampak keberadaan limbah farmaseutikal di sungai) kemungkinan besar negatif. Tapi harus dilakukan tes masing-masing zat dan saat ini kajian seperti itu relatif sedikit," ujar Dr Veronica Edmonds-Brown, ahli ekologi perairan dari Universitas Hertfordshire, kepada BBC News.
"Kondisi ini bakal memburuk sebelum kita semakin menggunakan solusi farmakologi pada setiap penyakit, apakah itu fisik maupun mental," tambahnya.
Laporan ini menyebutkan bahwa semakin banyak obat antibiotik di sungai dapat menyebabkan berkembangnya bakteri kebal antibiotik.
Hal ini akan merusak efektivitas obat dan ujungnya menimbulkan "ancaman pada lingkungan dan kesehatan global".
Tak jarang sungai-sungai di sana dijadikan tempat pembuangan limbah bagi pabrik farmasi.
"Kami telah menyaksikan sungai-sungai yang tercemar di Nigeria dan Afrika Selatan. Sungai-sungai tersebut punya konsentrasi limbah obat yang sangat tinggi dan hal ini pada dasarnya kembali ke fasilitas pengolahan air limbah yang kurang memadai," kata Dr Mohamed Abdallah, profesor bidang pencemaran limbah di Universitas Birmingham, Inggris.
"Ini paling mengkhawatirkan karena di sana terdapat populasi paling rentan dan kekurangan akses ke fasilitas kesehatan," imbuhnya.
Ketika ditanya apa yang bisa dilakukan, ketua tim penelitian Dr Wilkinson, punya pandangan skeptis.
"Harus ada banyak orang yang lebih pintar dari saya untuk menangani masalah ini. Satu dari sedikit hal yang bisa berdampak saat ini adalah cara penggunaan obat-obatan yang lebih tepat," ujarnya.
Artinya, akses antibiotik harus dipersulit dan pemberian dosisnya pun diperketat.
Laporan penelitian ini dapat dibaca pada jurnal the Proceedings of the National Academy of Sciences.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.