Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Kasus Handi-Salsabila, Terungkap Kolonel Priyanto Minta Anak Buah Jangan Cengeng dan Buang Mayat Korban

Kompas.com, 9 Maret 2022, 11:05 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Kolonel Priyanto, pelaku tabrak lari dua sejoli, Handi Harisaputra (17) dan Salsabila (14), di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022).

Saat sidang terungkap pernyataan Sang Kolonel yang membuat dua anak buahnya, Koptu Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko mau menuruti perintah pimpinan untuk membuang jasad dua korban tabrak lari.

Awalnya, Koptu Ahmad dan Kopda Andreas menolak perintah atasannya. Bahkan di sidang tersebut terungkap jika Kopda Andreas meminta Kolonel Priyanto membawa Handi dan Salsabila ke puskesmas.

Baca juga: Kolonel Priyanto Abaikan Permintaan Warga, Tetap Bawa Handi-Salsabila dan Buang ke Sungai

"Saksi dua berkata 'kasihan Bapak, itu anak orang. Pasti dicari orang tuanya, mending kita balik ke Puskesmas yang ada di pinggir jalan tadi'," ucap Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wirdel Boy, membacakan naskah kronologi, Selasa.

Namun Kolonel Priyanto menolak mentah-mentah permintaan anak buahnya. Bahkan ia menyinggung dirinya pernah mengebom sebuah rumah dan aksinya itu tak ketahuan.

"Dijawab terdakwa, 'saya pernah bom satu rumah dan tidak ketahuan'," ujar Wirdel.

Baca juga: Pertanyaan Tersisa, Kecelakaan Handi-Salsa dan Tiga Oknum TNI

Dua anak buah tersebut mengaku tak ingin mendapatkan masalah, namun atasannya tetap memerintahkan keduanya untuk membuang jasad Handi dan Salsa.

"Kemudian dijawab terdakwa (Priyanto) 'Ikuti perintah saya, kita lanjut saja. Kamu jangan cengeng. Nanti kita buang saja mayatnya ke Sungai setelah sampai di Jawa Tengah'," ujar Wirdel menirukan.

Ucapan itu lantas membuat Koptu Ahmad dan Kopda Andreas terdiam. Mereka pun membantu Kolonel Priyanto membuang dua sejoli itu ke aliran Sungai Serayu di Jawa Tengah.

Baca juga: Babak Baru Kasus Tewasnya Handi-Salsa di Nagreg: Kolonel P Inisiator Pembunuhan

Saksi mengatakan Handi masih hidup dan merintih kesakitan

Mobil yang ditunggangi ketiga tersangka dan kendaraan roda dua Handi dan Salsabila di Oditurat Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (6/1/2022).Achmad Nasrudin Yahya Mobil yang ditunggangi ketiga tersangka dan kendaraan roda dua Handi dan Salsabila di Oditurat Militer Tinggi II Jakarta, Kamis (6/1/2022).
Saat sidang, Kabiddokkes Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Sumy Hastry Purwanti mengungkapkan jika korban Handi masih hidup saat dibuang ke sungai.

Hal tersebut terungkap dari pemeriksaan luar dan dalam jasad Handi. Saat pemeriksaan ditemukan tanda-tanda air di saluran napas hingga paru-paru Handi.

"Kami temukan mayat laki-laki itu meninggal karena air. Jadi mayat laki-laki itu meninggal dunia karena tenggelam dan bukan karena luka di kepalanya. Karena luka di kepala tidak mematikan," tuturnya.

Sementara itu warga di sekitar lokasi kecelakaan, yang diperiksa sebagai saksi juga mengungkapkan Handi masih terlihat bernapas ketika ia dan Salsa diangkut ke dalam mobil Kolonel Priyanto.

"Saksi empat, lima, enam, dan tujuh melihat saudara Handi Saputra dalam keadaan hidup dan masih bernapas serta bergerak seperti merintih menahan sakit," kata Wirdel.

Baca juga: Tabrak Lari di Nagreg, Kolonel P Disebut Tolak Bawa Handi dan Salsabila ke Rumah Sakit, Korban Dibuang di Cilacap

Kolonel Priyanto didakwa berlapis

Atas perbuatannya, Kolonel Priyanto didakwa pasal berlapis, mulai penculikan hingga pembunuhan berencana.

"Jadi ada primer subsider dan di bawahnya itu dakwaan gabungan. Untuk pasal primer subsider adalah pembunuhan berencana," kata Kolonel Sus Wirdel Boy di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022).

Pasal yang dimaksud adalah Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Baca juga: 3 Anggota TNI Penabrak Handi-Salsabila Ditetapkan sebagai Tersangka, Terancam Pasal 340 KUHP

Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Bila mengacu pada pasal 340 KUHP yang dijadikan dakwaan primer, Priyanto terancam hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama rentan waktu tertentu, atau paling lama 20 tahun penjara.

"Menuntut agar perkara terdakwa tersebut dalam surat dakwaan diperiksa dan diadili di persidangan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta," ujar Wilder saat membacakan surat dakwaan.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kolonel Priyanto Minta Anak Buahnya Patuh Buang Jasad Handi-Salsa: Ikuti Perintah, Jangan Cengeng

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Tak Bisa Turun dari Atap dan Terjebak Berjam-jam, Kakek di Bogor Dievakuasi Damkar Pakai Tandu ke Rumah Sakit
Bandung
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Dedi Mulyadi Jemput Warga Jabar yang Terdampak Banjir di Aceh
Bandung
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau