BANDUNG, KOMPAS.com - Sidang perkara penyebaran berita bohong dengan terdakwa Bahar bin Smith kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/4/2022).
Sidang yang digelar secara offline dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi ini dibacakan langsung oleh kuasa hukum Bahar.
Usai sidang, kuasa hukum Bahar, Ichwan Tuankotta menjelaskan bahwa ada beberapa pembelaan yang dibacakan tim kuasa hukum dalam sidang eksepsi tersebut.
Baca juga: Sidang Kasus Berita Bohong, Jaksa Sebut Bahar bin Smith Ceramah di Hadapan 1.000 Orang
Pembelaan itu yakni terkait lokasi persidangan yang dinilai cacat formal lantaran tempat terkait terjadinya tindak pidana atau locus delicti yang menyeret kliennya itu ke meja hijau, berada di wilayah Kabupaten Bandung.
"Kita ketahui bahwa locus delicti di Margahayu. Kalau dalam konteks Margahayu, berarti, kan, (gelaran persidangan mestinya di) Bale Bandung, bukan di PN Bandung," kata Ichwan.
Kedua, lanjutnya, terkait Pasal 14 dan Pasal 15 yang dinilai sebagai pasal peninggalan zaman penjajahan pada saat era Presiden Soekarno yang dinilai tak relevan dengan kasus yang menjerat kliennya itu.
Baca juga: Bahar bin Smith: Saya Akan Buktikan Saya Tidak Beritakan Kebohongan
"Pasal itu digunakan untuk mengatasi kekacauan pada saat itu (zaman penjajahan). Kalau pasal tersebut diterapkan pada saat ini, pertanyaannya kita sedang berperang dengan siapa? Makanya kembali lagi, silakan saja diuraikan," ucapnya.
Ichwan pun mempertanyakan soal keonaran yang disebutkan jaksa penuntut umum (JPU) dalam dakwaannya.
"Kalau kita lihat onar, keonarannya di mana? Timbulnya di mana? Keonarannya di mana itu yang kita ingin ketahui," ucapnya.
"Jaksa tidak bisa menjabarkan keonarannya itu, beliau dalam dakwaannya saja hanya menyampaikan bahwa ada beda pendapat dari dai-dai Garut. Kalau beda pendapat, tidak ada keonaran, keonarannya di mana? Negara kita negara demokrasi, ya beda pendapat wajarlah," ucapnya.
Ichwan juga menilai bahwa pasal UU ITE yang dikenakan kepada kliennya itu tidak tepat.
Menurutnya, Bahar bukan lah penyebar video dalam akun YouTube, melainkan terdakwa lain yaitu Tatan Rustandi.
"Kalau dalam konteks ini, BHS tidak tahu menahu, tahu-tahu menyebar. Penerapan UU ITE Pasal 28 dan 45A jelas tidak tepat kalau dituduhkan, diterapkan ke BHS. Nah inilah kerancuan-kerancuan jaksa. Jadi ibaratnya, kalau pasal ini gak kena ada pasal itu, jadi cap cip cup kembang kuncup," ucapnya.
Dengan beberapa pembelaan itu, ia berharap Majelis Hakim dapat bertindak adil melihat fakta-fakta yang ada.
Pasalnya, ia menilai terseretnya Bahar dalam kasus penyebaran berita bohong ini merupakan upaya pembungkaman.