BANDUNG, KOMPAS.com - Sudah jatuh tertimpa tangga berkali-kali, mungkin itulah yang dirasakan sopir angkot di Bandung.
Seperti yang dirasakan Sobirin (53), sopir angkot di Kabupaten Bandung.
Ia hanya bisa menyaksikan Trans Metro Pasundan (TMP) melaju perlahan. TMP tersebut menyapu bersih penumpang yang biasa duduk berdempetan di kursi angkotnya.
Baginya, program angkutan massal Kementrian Perhubungan (Kemenhub) ini bak pasukan pemukul cepat yang dimiliki TNI Angkatan Darat.
Baca juga: Tolak Bus TMP, Sopir Angkot Soreang-Leuwi Panjang Akan Mogok Masal
Bagaiman tidak, TMP beroperasi di jalur angkot yang biasa ia jalankan, Soreang-Leuwi Panjang.
"TMP kan gratis, terus bisa masuk Tol, habis udah penumpang kita, mana jalurnya sama lagi, sejak awal saya menolak kehadiran TMP," kata Sobirin saat ditemui Kamis (14/4/2022).
Tak hanya merasa dipukul saja, Sobirin dan kawan-kawannya yang lain seperti dibuang oleh pemerintah, terutama Kemenhub dan Dishub Jabar ataupun Kabupaten Bandung.
Ia melihat, pemerintah hanya peduli terhadap pengusaha yang sudah mapan dan mampu membangun program angkutan massal, seperti TMP.
"Kenapa harus dihadirkan pesaing baru, terus mereka memfasilitasi juga, kalau hanya soal masuk tol, padahal angkot juga bisa kalau memang sejak dulu difasilitasi pemerintah," ujar Sobirin.
Sejauh ini, tak ada komunikasi yang dibangun Dishub Jabar terkait pengaktifan TMP di jalur angkotnya.
"Trayek ini angkot yang ada 800 lebih, cuma sekarang yang aktif itu sekitar 600-an, dari angka segitu gak ada satu pun yang sudah berkomunikasi dengan pihak sana, jadi jalan sendiri aja ini," tuturnya.
Tak main-main, Sobirin dan sesama sopir yang lain harus kehilangan 75 persen pendapatannya. Belum lagi uang setoran yang didapat harus dipotong oleh harga onderdil yang merangkak naik juga harga bensin yang terus meroket.
"Saya sekarang cuma bisa mengamankan yang 25 persennya saja, itu juga jarak deket. Sehari kadang Rp 30.000 kadang Rp 50.000, belum dipotong hal lain," tuturnya.
Baca juga: Protes Kelangkaan Pertalite, Sopir Angkot Geruduk Kantor DPRD Ambon
Hadirnya TMP di jalur yang sama, tutur Sobirin, mengingatkan ia ketika harga BBM melambung dari harga per liter Rp 2.400 menjadi Rp 9.000 per liter, beberapa tahun silam.
"Waktu itu penumpang langsung sepi, sama sekarang juga kaya gitu. Tapi sekarang lebih parah, lantaran ada Grab ada Gojek, pandemi juga, terus TMP, habis udah," keluhnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.