Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampung Naga di Tasikmalaya, Wilayah Adat yang Memiliki Sejarah “Pareum Obor”

Kompas.com - 29/05/2022, 23:15 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Kampung Naga adalah nama sebuah wilayah di Kabupaten Tasikmalaya yang erkenal denga adat istiadatnya.

Lokasi tepatnya berada di Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

Baca juga: Melestarikan Tradisi Karuhan di Kampung Naga Tasikmalaya, Dua Bukit Jadi Sumber Kehidupan

Berlokasi sekitar 1 jam dari Garut, lokasinya dapat dikenali dengan tata letak rumah dan arsitekrut yang khas.

Dikutip dari laman Pemerintah Provinsi Jawa Barat, luas Kampung Naga adalah sekitar 15 hektare.

Baca juga: Merawat Tradisi di Kampung Naga

Nama Kampung Naga sama sekali tidak memiliki hubungan dengan hewan mitologi yang bisa mengeluarkan api.

Baca juga: Biuk, Kearifan Kampung Naga di Hulu Ciwulan

Namun, penyebutan nama Naga bisa jadi terkait dengan istilah Nagawir atau terbing terjal dalam bahasa Sunda.

Terbukti jika ingin berkunjung, ada ratusan anak tangga atau sangked dengan kemiringan 45 derajat menuruni tebing.

Kampung ini terkenal dengan kearifan lokal dan budaya yang ketntal, serta warga yang masih menjaga adat istiadat mereka agar selalu lestari.

Arsitektur khas Kampung Naga

Pemukiman di Kampung Naga, Tasikmalaya.Shutterstock/EDDY H Pemukiman di Kampung Naga, Tasikmalaya.

Kampung Naga dikenal dengan arsitektur rumah yang selalu berbentuk panggung.

Bahan membangn rumah diambil dari alam, yaitu bambuu dan kayu, dengan atap dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang.

Kemudian lantai rumah terbuat dari bambu atau papan kayu, dengan dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag.

Ada aturan idak tertulis bahwa rumah di Kampung Naga tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni.

Bahkan di Kampung Naga tidak boleh membuat rumah dengan bahan dasar tembok, sekalipun pemilik rumah merupakan orang mampu.

Para pemiliknya seolah tak ingin saling menonjolkan diri dan membiarkan aset mereka terbangun seragam sehingga lingkungan ini makin terasa bersahaja.

Yang menarik, arah hadap rumah di Kampung Naga selalu menghadap ke utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah barat-timur.

Peneliti budaya Sunda, Nandang Rusnandar mengatakan arah rumah seperti itu dipilih sejalan dengan alurnya matahari, terbit di timur dan terbenam di barat.

Hilangnya sejarah Kampung Naga dan istilah “Pareum Obor”

Penduduk di Kampung Naga.Shutterstock/Akbar Bhahesti Penduduk di Kampung Naga.

Warga Kampung Naga sangat mengenal istilah “Pareum Obor” yang diterjemahkan secara singkat menjadi matinya penerangan.

Hal ini terkait dengan peristiwa hilangnya sejarah Kampung Naga, yang membuat warga di sana tidak bisa mengetahui asal-usulnya.

Hilangnya sejarah Kampung Naga disebabkan oleh terbakarnya arsip/sejarah saat kampung ini dibakar oleh Organisasi DI/TII Kartosoewiryo.

Pada saat itu, Kampung Naga ebih mendukung Soekarno dan kurang berminat dengan niat DI/TII yang ingin mewujudkan negara Islam di Indonesia.

Hingga pada tahun 1965, DI/TII membumihanguskan perkampungan tersebut karena tak kunjung mendapat simpati warga.

Versi sejarah Kampung Naga terkait Sunan Gunung Jati

Besug dan kentongan di sebuah masjid di Kampung Naga.Shutterstock/waw.galery Besug dan kentongan di sebuah masjid di Kampung Naga.

Ada sebuah sejarah Kampung Naga yang diceritakan pada masa kewalian Sunan Gunung Jati.

Seseorang abdinya yang bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah Barat.

Setelah perjalanan jauh, sampailah ia ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari.

Di tempat ini sang abdi bersemedi dan mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami satu tempat yang sekarang disebut Kampung Naga.

Tak heran juka akhirnya Embah Dalem Eyang Singaparna menjadi nenek moyang orang Kampung Naga (Sa-Naga) yang menurunkan keturunan dan adat istiadat Naga.

Hal ini dibuktikan dengan keberadaan makam Embah Dalem Eyang Singaparna diwilayah hutan sebelah barat Kampung Naga.

Makam Eyang Singaparna beserta Bumi Ageung, dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci bagi masyarakat Kampung Naga.

Makam ini dianggap makam keramat dan selalu diziarahi pada saat akan diadakan atau dilakukan penyelenggaraan upacara-upacara adat atau yang lainnya.

Peziarah tak hanya dari masyarakat Kampung Naga, namun juga keturunannnya yang sudah tinggal di daerah lain.

Kepercayaan Kampung Naga kepada makhluk halus

Mayoritas warga Kampung Naga memeluk agama Islam, namun mereka juga masih memegang teguh adat dan budaya setempat.

Salah satunya adalah kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada mahluk halus yang masih dipegang kuat.

Sebut saja tentang adanya jurig cai yaitu mahluk halus yang menempati air atau sungai, “ririwa” yaitu mahluk halus yang senang mengganggu manusia pada malam hari, dan sosok “kunti anak” yang berasal dari perempuan hamil yang meninggal dunia dan suka mengganggu wanita yang sedang atau akan melahirkan.

Tempat-tempat yang disebut sebagai tempat tinggal mahluk halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat yang angker atau sanget.

Semula Kampung Naga menolak kunjungan orang luar

Ratusan anak tangga menuju Kampung Naga.Shutterstock/Firmansyah Asep Ratusan anak tangga menuju Kampung Naga.

Kampung Naga memang bukan merupakan desa wisata, namun daya tariknya membuat orang ingin berkunjung.

Hal ini sempat mendapat penolkan di mana pernah tersiar kabr Kampung naga ditutup oleh orang luar.

Yang terjadi sebenarnya, warga tidak mau kampungnya menjadi desa wisata karena mereka tidak mau ditonton orang atau turis yang datang.

Sebai kampung yang menjaga nilai-nilai adat, warga tidak mau ada intervensi dari luar yang mengganggu atau merusak kelestarian alam dan budaya di kampung tersebut.

Oleh karena itu, jika ingin berkunjung ke Kampung Naga harus lebih dulu meminta izin sebelum amuk ke kewasan ini.

Kemudian, pengunjung juga disarankan meggunakan guide lokal agar bisa memandu jalan serta memahami adat istiadat setempat.

Hormati aturan serta larangan dan selalu berpakaian yang sopan adalah etika yang harus dijaga saat berkunjung ke Kampung Naga.

Sumber: perpustakaanbpnbjabar.kemdikbud.go.idjabarprov.go.id, regional.kompas.com, dan travel.kompas.com 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com