KOMPAS.com - Observatorium Bosscha adalah bangunan cagar budaya sekaligus lokasi penelitian astronomi modern pertama di Asia Tenggara.
Adapun di Indonesia, Observatorium Bosscha menjadi lokasi penelitian astronomi terbesar sekaligus tertua di tanah air.
Baca juga: Observatorium Bosscha, Tempat Persembunyian Ikonik di Film Petualangan Sherina
Bangunan Observatorium Bosscha berada di Jalan Peneropongan Bintang, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Baca juga: Heboh Kemunculan Observatorium Bosscha di Pengabdi Setan 2: Communion
Nama Observatorium Bosscha diambil dari nama pengusaha perkebunan Karel Rudolf Bosscha yang turut menymbang dana pembangunan tempat ini.
Baca juga: Bosscha, Sinema dan Berharap Daya Cipta
Salah satu ciri khas dari Observatorium Bosscha adalah kubah putih Gedung Koppel, serta penampakan Teleskop Refraktor Ganda Zeiss.
Dilansir dari laman resmi Observatorium Bosscha, untuk sementara program kunjungan masih ditutup untuk umum terkait kondisi pandemi Covid-19.
Oleh karena itu belum ada rilis resmi terkait harga tiket maupun jam buka Observatorium Bosscha bagi pengunjung.
Namun terkait pendaftaran program kunjungan, masyarakat bisa mengunjungi laman https://bosscha.itb.ac.id/id/publik/kunjungan/.
Pada laman tersebut terdapat informasi mengenai program kunjungan mulai dari pendaftaran, cra reservasi, aturan berkunjung, hingga tips ketika berkunjung ke Observatorium Bosscha.
Dilansir dari laman Sistem Registrasi Cagar Budaya Kemendikbud, keberadaan Observatorium Bosscha berkaitan dengan keberadaan Nederlandsch-Indische Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Ilmu Perbintangan Hindia Belanda.
Hasil rapat NISV di Hotel Homann Bandung tercetus sebuah satu gagasan untuk membangun observatorium besar di wilayah Hindia Belanda.
Gagasan tersebut ditindaklanjuti dengan dilakukannya persiapan pembangunan observatorium pada tahun 1920-1923.
Pembangunannya dilakukan pada tahun 1923 dengan menggaet Wolff Schoemaker sebagai arsitek dan De Hollandsche Beton Maatschappij yang membuat bagian pondasi bangunannya.
Namun sosok paling menonjol adalah Karel Rudolf Bosscha (1865-1928) yaitu seorang pengusaha perkebunan yang mnyumbang dana pembangunan observatorium ini.
Bosscha juga yang berhasil mendapatkan bantuan dari pemilik perusahaan susu “Baroe Adjak” Ursone Bersaudara berupa tanah seluas 6 hektar di daerah Lembang.
Untuk menghargai jasanya, maka observatorium ini dikenal dengan menggunakan namanya yaitu Bosscha Sterrenwacht.
Pada 7 Juni 1928, sebuah teropong refraktor ganda zeiss 60 cm ditempatkan di Bosscha Sterrenwacht yang dibeli oleh Bosscha dan Dr. J. Voute di Jerman.
Teropong ini menjadi salah satu teropong terbesar ketiga di bumi bagian selatan dan membantu Bosscha Sterrenwacht dalam berkontribusi bagi dunia astronomi internasional.
Sayangnya selama Perang Dunia II segala aktivitas penelitian di Bosscha Sterrenwacht berhenti.
Observatorium ini sempat harus mengalami renovasi karena kerusakan akibat Perang Dunia II.
Hingga tahun 1951, Bosscha Sterrenwacht masih menjadi kepemilikan dari NISV.
Kemudian pada tahun 1951, Bosscha Sterrenwacht atau Observatorium Bosscha diserahkan kepada FMIPA UI.
Status kepemilikan Observatorium Bosscha kemudian berpindah lagi ke ITB setelah perguruan tinggi ini berdiri pada tahun 1959.
Sumber:
bosscha.itb.ac.id
cagarbudaya.kemdikbud.go.id
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.