Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Industri Bata Merah di Bandung, Bertahan di Tengah Krisis Lahan hingga Gempuran Teknologi

Kompas.com - 22/08/2022, 13:50 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Industri tradisional bata merah di Desa Jelegong, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, makin hari makin terancam.

Setidaknya, hingga hari ini hanya tinggal 11 industri bata merah yang masih berupaya bernapas di tengah himpitan krisis lahan serta serbuan produk bata habel.

Semakin berkurangnya lahan untuk bahan baku tanah lempung, membuat industri tradisional ini terseok-seok dan dibayang-bayangi kebangkrutan.

Para penggerak industri juga harus berseberangan serta menjadi rival perkembangan teknologi material bangunan yang dibandrol dengan harga murah.

Baca juga: Ada Kasus Cacat Monyet di Jakarta, Dinkes Kabupaten Bandung Minta Warga yang ke Luar Negeri Lakukan Isolasi

Sebelum matahari bertahta di puncaknya, pukul 11.07 WIB, salah seorang pengusaha bata merah, Asep (60) tengah mencetak batak merah bersama saudara dan pekerja lainnya di Desa Jelegong.

Sekalipun, ia tahu bahwa usaha yang dijalaninya sedang dalam masa kritis. Asep masih saja menyusun satu persatu bata, berharap masih ada sisa napas dari setiap bata yang tersusun untuk terus menjalankan usahanya.

Kepada Kompas.com, Asep menceritakan awal mula membangun usaha industri bata merah.

Tahun 1985, Asep memulai usahanya. Saat itu hampir seluruh warga Desa Jelegong bekerja sebagai petani.

Bisa dikatakan, Asep merupakan penggagas pertama industri bata merah yang ada di wilayahnya.

Pengrajin bata merah di Jelegong, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat mengaku kesulitan mendapatkan bahan baku tanah lempung lantaran krisis lahan yang terjadi, selain itu para pengusaha bata merah mesti berkompetisi dengan teknologi teranyar yakni bata habel.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Pengrajin bata merah di Jelegong, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat mengaku kesulitan mendapatkan bahan baku tanah lempung lantaran krisis lahan yang terjadi, selain itu para pengusaha bata merah mesti berkompetisi dengan teknologi teranyar yakni bata habel.

Saat itu, industri bata merah masih langka di Kecamatan Katapang. Hanya wilayah Majalaya yang sudah memiliki industri bata merah, itu pun belum terlalu banyak.

"Dulu mah di sini pada di sawah cari penghasilannya. Sampai ke Subang dan Majalaya, nah di sana di Majalaya ada pengusaha bata merah, mungkin sebagian ada yang belajar di sana. Jadi setelah saya baru bermunculan yang lain," kata Asep membuka obrolannya dengan Kompas.com, Senin (22/8/2022).

Asep juga menjelaskan, bagaimana bata merah bisa tercipta. Proses pembuatan bata merah cukup memakan waktu, tak sebanding dengan keuntungan yang didapat.

Mula-mula tanah lempung mesti dibersihkan dari kerikil, kemudian dicampur air dan diaduk hingga mirip adonan tembok atau dinding.

Baca juga: [POPULER JAWA BARAT] Kebakaran Pabrik di Gunung Putri Bogor | Penukaran Uang Kertas Baru di Bandung

Setelah adonan dirasa cukup baik untuk menciptakan kualitas batu bata merah, adonan dicetak satu persatu menggunakan alat berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kayu.

"Dalam posisi ini cetakan harus bagus, di proses ini juga yang bisa nentuin batu bata merah itu kekuatannya kuat atau enggak," kata dia.

Setelah itu, bata merah harus ditaburkan dengan abu atau pasir kemudian dijemur langsung di bawah sinar matahari hingga kering.

Jika bata merah sudah mengering dan mengeras, langkah selanjutnya yakni membakarnya dalam lio atau tungku pembakaran.

Pembakaran hanya dilakukan sekali dalam kurun waktu satu setengah bulan atau sekitar 45 hari.

Dalam sekali bakar, Asep dan pekerja lainnya bisa menyelesaikan 20.000 bata. Batu bata yang telah dibakar, siap untuk dipasarkan dan dibanderol dengan harga Rp 600 per buah.

Bata merah yang tercipta dari tangan lelaki paru baya ini, kemudian disusun rapih menjulang seperti dinding.

"Proses membakarnya sehari semalam, jadi ya harus ditungguin kaya sekarang," kata Asep.

Pengrajin bata merah di Jelegong, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat mengaku kesulitan mendapatkan bahan baku tanah lempung lantaran krisis lahan yang terjadi, selain itu para pengusaha bata merah mesti berkompetisi dengan teknologi teranyar yakni bata habel.KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Pengrajin bata merah di Jelegong, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat mengaku kesulitan mendapatkan bahan baku tanah lempung lantaran krisis lahan yang terjadi, selain itu para pengusaha bata merah mesti berkompetisi dengan teknologi teranyar yakni bata habel.
Biaya Produksi Tinggi

Bertahun-tahun lamanya, Asep menjalani profesi perajin bata merah. Kini ia dihadapkan pada persoalan pelik yang lambat laun mengancam mata pencariannya.

Tak hanya itu, pil pahit juga harus ditelannya, ihwal biaya produksi yang saat ini sudah melambung tinggi.

Baca juga: Catat, Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bandung 22-28 Agustus 2022, Sejumlah Jalan Jadi 2 ArahKadang kala, sambung dia, para pekerjanya mengeluhkan hasil atau pendapatan yang tak sebanding dengan apa yang dikerjakannya.

"20.000 bata yang saya diproduksi, gak pasti semuanya bakal laku, adakan bata jenis baru dan bata itu banyak diminati sekarang, bagaimana nasibnya pengrajin seperti saya?" jelas Asep.

Krisis Lahan

Selain dibingungkan dengan penjualan yang kian merosot akibat kalah saing dengan teknologi baru.

Ia juga mengeluhkan, berkurangnya lahan tanah lempung yang menjadi bagian penting pembuatan bata merah.

Saat ini, kata Asep, para pemilik modal sudah banyak menguasai hak milik lahan desa.

Kedatang pemilik modal ini, mengancam ia dan pengusaha bata merah lainnya. Pasalnya, ia harus mengeluarkan biaya sewa ke pemilik lahan untuk mendapatkan bahan tanah lempung.

“Sekarang mah rata-rata kita tanah habis, semuanya milik orang. Jadi industri ini semuanya pada ngontrak sama yang punya lahan (untuk bahan baku tanah). Jadi setiap produksi, harus bayar ke yang punya lahan Rp 50 per buah, terus bayar pegawai Rp 70 per buah. Terus bahan bakar, dulu mah ambil dan cari sendiri, sekarang harus beli. Jadi keuntungan tidak ada,” ungkapnya.

Tetap Bertahan

Meski rintangan zaman, terus menggerogoti usahanya. Asep beserta warga yang lain mengaku masih ingin bertahan, hingga tak ada lagi peminat batu bata merah.

Baginya, tak ada pilihan lain selain mengandalkan pekerjaan sebagai perajin bata merah.

“Tetap dikerjakan biar ada kegiatan saja, daripada ngelamun. Ieu mah sataun deui, paling sataun deui seep (ini paling tinggal setahun lagi habis/tutup). Sekarang juga orang-orang yang ngebangun lebih banyak yang memilih bata ringan hebel karena lebih murah,” pungkas Asep.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sempat Dirawat, 4 Korban Kebakaran di Bandung Meninggal Dunia

Sempat Dirawat, 4 Korban Kebakaran di Bandung Meninggal Dunia

Bandung
Buron sejak 2016, 3 Anggota Geng Motor Pembunuh Vina di Cirebon Tak Kunjung Ditangkap

Buron sejak 2016, 3 Anggota Geng Motor Pembunuh Vina di Cirebon Tak Kunjung Ditangkap

Bandung
Buka Luka Lama, Keluarga Vina Sempat Tolak Pembuatan Film, Setuju demi Pengungkapan Kasus

Buka Luka Lama, Keluarga Vina Sempat Tolak Pembuatan Film, Setuju demi Pengungkapan Kasus

Bandung
Saat Sopir Bus Kecelakaan Maut Subang Berulang Kali Minta Maaf...

Saat Sopir Bus Kecelakaan Maut Subang Berulang Kali Minta Maaf...

Bandung
Terungkap, Kecelakaan Bus Siswa SMK Lingga Kencana karena Oli dan Rem Angin Bocor

Terungkap, Kecelakaan Bus Siswa SMK Lingga Kencana karena Oli dan Rem Angin Bocor

Bandung
Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Senin 13 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Bandung Hari Ini Senin 13 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Berawan

Bandung
Usai Kecelakaan Bus SMK Depok, Sekolah di Bandung Barat Diultimatum  Tak 'Study Tour' ke Luar Kota

Usai Kecelakaan Bus SMK Depok, Sekolah di Bandung Barat Diultimatum Tak "Study Tour" ke Luar Kota

Bandung
Uji Coba Makan Siang Gratis di Bandung, 2.500 Porsi Per Hari untuk 6 SD

Uji Coba Makan Siang Gratis di Bandung, 2.500 Porsi Per Hari untuk 6 SD

Bandung
Aktivitas Gunung Ruang Mulai Turun, Statusnya Jadi Level III Siaga

Aktivitas Gunung Ruang Mulai Turun, Statusnya Jadi Level III Siaga

Bandung
Dinas Pendidikan Jabar Perketat Aturan 'Study Tour' Imbas Bus Terguling di Ciater

Dinas Pendidikan Jabar Perketat Aturan "Study Tour" Imbas Bus Terguling di Ciater

Bandung
Video Viral Bocah SD di Cirebon Depresi Usai Ponsel Dijual Ibu

Video Viral Bocah SD di Cirebon Depresi Usai Ponsel Dijual Ibu

Bandung
Bus yang Alami Kecelakaan di Subang Sempat Setel Rem Saat di Tangkuban Parahu

Bus yang Alami Kecelakaan di Subang Sempat Setel Rem Saat di Tangkuban Parahu

Bandung
Pilkada Jabar 2024 Dipastikan Tidak Ada Calon dari Jalur Perseorangan

Pilkada Jabar 2024 Dipastikan Tidak Ada Calon dari Jalur Perseorangan

Bandung
Momen Warga Gelar Doa Bersama di TKP Kecelakaan Bus Subang

Momen Warga Gelar Doa Bersama di TKP Kecelakaan Bus Subang

Bandung
Imbas Bus Terguling di Ciater, Bey Keluarkan SE Kegiatan 'Study Tour'

Imbas Bus Terguling di Ciater, Bey Keluarkan SE Kegiatan "Study Tour"

Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com