Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bantah Desa Sugih Mukti Rawan Pangan, DPRD Kabupaten Bandung: Mereka Butuh Infrastruktur

Kompas.com, 6 Oktober 2022, 14:26 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Reni Susanti

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Ketua DPRD Kabupaten Bandung, Sugianto membantah pernyataan Bupati Bandung Dadang Supriatna. 

Sebelumnya Dadang menyatakan, terdapat 20 desa yang masuk kategori rawan pangan. Salah satunya Desa Sugih Mukti, Kecamatan Pasrijambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Pria yang karib di sapa Sugih ini menilai, Desa Sugih Mukti tidak tergolong rawan pangan. Pasalnya, pertanian di sana cukup baik. Bahkan, warga desa beternak dan bertani.

"Saya tidak melihat itu rawan pangan sebetulnya. Kehidupan masyarakat itu sudah biasa, tapi mereka juga punya tambahan, ada ternak, ada pertanian kol," katanya ditemui di Baleendah, Kamis (6/9/2022).

Baca juga: Prakiraan Cuaca di Bandung Hari Ini, 6 Oktober 2022: Berawan hingga Hujan Sedang

Isu terkait rawan pangan dan masuknya Desa Sugih Mukti dalam kategori tersebut, merupakan isu lama. Isu tersebut santer dibicarakan pada 2012.

"Itu sudah lama isunya, sejak tahun 2012 itu sudah ada isunya kaitannya dengan rawan pangan," jelasnya.

Sugih mengaku tahu betul persoalan yang ada di Desa Sugih Mukti. Terdapat perkebunan yang dikelola swasta di desa tersebut, dikenal dengan nama Paranggong.

Produktivitas teh di perusahaan itu cukup tinggi, sehingga terjadi persaingan antara perusahaan swasta dengan hasil produksi teh yang dilakukan masyarakat lokal.

Baca juga: Bupati Sebut 20 Desa di Kabupaten Bandung Rawan Pangan

Kondisi tersebut, sambung dia, sempat membuat khawatir warga. Pasalnya, warga banyak kehilangan pendapatan lantaran kalah bersaing.

Namun, hingga kini warga di Desa Sugih Mukti masih bisa beraktivitas dan berkehidupan seperti biasanya.

"Memang sempat ada rasa khawatir, karena ada persaingan yang terjadi di sana. Namun saya lihat masyarakat masih bisa bertahan lantaran tidak mengandalkan hasik perkebunan, dan pertanian saja, mereka juga beternak," kata dia.

Untuk itu, sebaiknya pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Bandung mulai membangun infrastruktur di desa tersebut, termasuk akses jalan.

Pasalnya, hingga kini warga yang akan beraktivitas menuju perkebunan Paranggo atau menuju lahan pertanian masih harus melintasi hutan belantara.

"Saya tegaskan tidak masuk kategori rawan pangan tapi yang harus kita perjuangkan adalah akses. Akses jalan kepada masyarakat yang ada di perkebunan Paranggo, kalau bicara Sugih Mukti, karena saya pernah ke sana, saya tahu betul wilayah itu," terangnya.

Pemda, mesti mulai berhitung ihwal pembangunan infrastruktur yang efektif dan efisien. Termasuk pembangunan akses jalan di desa-desa, salah satunya Desa Sugih Mukti.

"Makanya pemerintah sekarang ini harus memikirkan bagaimana mereka mendapatkan akses terutama infrastruktur yang memadai, hari ini masih kurang," paparnya.

Sugih berharap pemda betul-betul bisa mengupayakan infrastruktur di banyak wilayah di Kabupaten Bandung.

Ia menyebut, pembangunan infrastruktur yang masif akan menunjang kehidupan masyarakat dan membangkitkan banyak sektor yang menguntungkan Pemda.

"Akses infrastruktur ini harus diupayakan agar kehidupan mereka nanti ada timbal balik yang lebih dari yang selama ini berjalan," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau