"Tapi pada minggu kemaren saya minta bantuan anggota Sispala Samaru dari SMA 1 Tegalwaru untuk patroli dan melakukan penghitungan," ucap dia.
Uce menyebut tak semua raptor tersebut langsung melintas di atas Sanggabuana, sebagian ada yang bermalam untuk mencari mangsa seperti sikep madu asia.
“Salah satu makanan burung sikep madu ini adalah larva lebah madu. Jadi, setelah ada dua minggu kawasan Sanggabuana dilewati migrasi sikep madu, bisa dipastikan panenan madu hutan masyarakat akan sedikit terganggu. Mereka biasa mengacak-acak sarang lebah madu di hutan, jadi panen madu akan berkurang.” Jelas Uce.
Ahmad Zaenal Arifin, Guru Pembina Sispala Samaru melaporkan, sejak Minggu (16/10/2022) pagi anak-anak didiknya diminta membantu Sanggabuana Wildlife Ranger (SWR) dari Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) untuk membantu penghitungan raptor yang melintas.
Hasilnya ada tiga jenis raptor migran yang melintas. Ada sikep madu asia, alap-alap china dan alap-alap nipon. Total penghitungan dari pagi sampai sore ada 302 ekor yang melintas dari arah barat menuju ke arah Purwakarta, menyeberang Waduk Jatiluhur.
"Ini bagus untuk edukasi mereka sebagai anggota Sispala, langsung di lapangan melihat fenomena migrasi raptor,” kata Ahmad.
Uum Maksum Administratur Perum Perhutani KPH Purwakarta mananggapi positif kabar migrasi tiga jenis raptor di Sanggabuana. Sanggabuana diketahui sebagai kawasan hutan produksi terbatas (HPT) yang dikelola oleh Perhutani.
Menurut Uum, dengan melintasnya ribuan raptor dari Siberia, China, dan Jepang yang sebagian menginap di Sanggabuana ini bisa menjadi indikator ekologi. Sebab, mereka butuh makan, dari serangga, reptil, burung-burung kecil dan tupai-tupaian.
"Semua ini masih tersedia di Sanggabuana. Jika hutannya tidak terjaga, ekosistemnya tidak baik tentu mereka tidak akan melintas dan mampir," kata Uum saat dihubungi.
Menurut Uum, selain sebagai indikator ekologi, dengan adanya migrasi raptor di Sanggabuana, harusnya dilihat sebagai sebuah potensi wisata dan konservasi, yakni obyek wisata ornitologis yang bermanfaat bagi pelestarian burung.
Sebagai catatan, Puncak Sempur merupakan obyek wisata alam yang masuk dan dikelola oleh Perum Perhutani bersama masyarakat.
“Bisa dibikin event tahunan dalam bentuk festival raptor migran dengan melibatkan masyarakat, para fotografer satwa, dan juga peneliti ornitologi. Jadi wisata sekaligus pengumpulan data, yang bermanfaat untuk pengambilan kebijakan dalam upaya konservasi," ujar Uum.
Senada dengan Uum, Bernard yang juga Dewan Pembina di Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) sepakat untuk menjadikan fenomena migrasi raptor di Sanggabuana ini sebagai indikator ekologis dan harus diperhatikan.
Selama ini, kata Bernard, di Pulau Jawa yang sudah terkenal sebagai spot pengamatan burung migran adalah Bukit Paralayang di Bogor dan Gunung Batu. Namun ternyata di Sanggabuana ternyata juga potensial, dan layak untuk dibuat event. Misalnya festival yang melibatkan banyak pihak, yang diselingi dengan hiburan edukatif.
Baca juga: Sambut Migrasi Burung, Gorontalo Gelar Festival Burung Migran
Tujuan utamanya, tambah Bernard, selain untuk edukasi juga untuk kepentingan pendataan untuk mencegah perburuan liar. Sebab, di beberapa tempat, ketika musim migrasi dengan ratusan burung akan menjadi target perburuan.
"Dengan adanya keterlibatan masyarakat maka perburuan bisa dicegah, karena ada manfaat ekonomi yang lebih besar selain dari memburu raptor migran ini," ujarnya.
Menurut Bernard, sebenarnya migrasi para raptor ini sudah terdeteksi sejak tahun 2021 kemarin. Ia menduga tiap tahun para burung migran ini melewati Sanggabuana. Hanya saja tidak teridentifikasi. Raptor migran ini baru kedapatan saat para ranger menerima peneliti primata dari Yayasan Kiara di Sanggabuana.
"Tahun ini sebenarnya kami punya rencana untuk mengadakan festival burung migran di Sanggabuana. Tapi sementara karena semua Ranger masih sibuk melakukan pendataan keanekaragamanhayati Sanggabuana di hutan dan membuat pra kajian, jadi ditunda tahun depan," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.