KARAWANG, KOMPAS.com - Senin (7/11/2022) sore, Ahmad Iskandar (55) berdiri di Jembatan Bojong yang menghubungkan Karawang-Bekasi.
Dengan seksama, matanya memerhatikan alat pengukur manual di jembatan. Juga memastikan (Automatic Water Level Recorder (AWLR) berfungsi mengukur ketinggaian air Sungai Citarum.
Di Pos Kedunggede Sungai Citarum itu, Ahmad beserta tim secara bergantian memantau ketinggian air Sungai Citarum. Baik secara manual maupun AWLR.
Baca juga: Aliran Sungai Citarum Meluap, Pemukiman di Kabupaten Bandung Kebanjiran
"Kita diminta terus melapor. Apalagi jika ketinggian air di atas 9 mdpl (meter di atas permukaan laut," kata Ahmad kepada Kompas.com.
Ahmad yang bertugas sebagai Kaur Operasional Wilayah 1 Bekasi Perum Jasa Tirta (PJT) II itu bekerja sebagai "pengamat" Sungai Citarum sejak 2013. Ia hapal betul kondisi ketinggian air dan potensi banjir hingga wilayah hilir.
"Jika di sini ketinggian 13,30 mdpl, air 13 mdpl akan sampai di hilir daerah Batujaya lima jam kemudian," kata Ahmad.
Baca juga: Masih Ada Kebocoran, Fasilitas Penanggulangan Banjir Belum Redam Luapan Citarum
Karena itu, tugasnya adalah memberikan informasi yang valid agar tak ada kabar hoaks yang membuat masyarakat gusar. Sebab, dahulu pernah terjadi hoaks yang membuat warga resah.
Bersyukur kini infomasi lebih mudah diakses. Baik melalui kanal media sosial PJT II atau stakeholder terkait.
"Dengan informasi valid yang kami sampaikan hoaks terhindari. Masyarakat dan pihak terkait di wilayah rawan juga bisa bersiap," kata dia.
Misalnya, bagi wilayah yang rawan banjir hingga ada tanggul kritis. Seperti di sebuah kampung di Batujaya Karawang dan Kampung Bojongsari, Kabupaten Bekasi yang rawan kebanjiran.
Pos Kedunggede Sungai Citarum berada persis di samping Jembatan Bojong. Pos itu menjadi tempat mengamati, mengolah data, sekaligus tempat istirahat sambil sesekali menyeruput kopi bagi tim pengamat.
Yudi Pingpong, Pengamat Sungai Citarum wilayah Karawang menyebut, jika kondisi normal, pengamatan manual dan laporan dilakukan tiga jam sekali. Namun saat prediksi hujan terjadi, frekuensi pengamatan lebih sering.
"Kalau di Karawang tidak mengenal musim penghujan. Kalau wilayah Bogor, Bandung, Purwakarta, dan Loji Karawang hujan lebat, ini perlu kita waspada," kata dia.
Apalagi, terjadi pertemuan antara dua sungai besar, yakni Citarum dan Cibeet. Ini membuat debit air kedua Sungai Saling berpengaruh.
Data manual maupun AWLR yang tim catat, sambung Yudi, tak hanya dilaporkan ke PJT II. Melainkan instansi lain, misalnya pemerintah daerah, camat, desa, TNI, Polri, hingga relawan.