Dari jalan raya, Harmina menunjukan Kompas.com ke areal tanaman cabainya yang rusak.
Dia menunjukan beberapa tanaman cabai yang kering kerontang. Sejumlah cabai juga menghitam.
"Busuk pak. Busuk semua. Kena cuaca, kena hama. Rugi pak. Petani rugi besar," jelas Karmina.
Baca juga: Jelang Nataru, Harga Cabai Rawit, Telur, dan Daging Ayam di Kota Malang Naik
Meski demikian, ada juga cabai yang masih bagus. Namun karena banyak yang rusak akhirnya jumlah produktifitas cabai berkurang drastis.
Beberapa petani bahkan tidak memanen sama sekali karena tanamannya mayoritas kering.
Dia menilai, faktor utama kerusakan ini adalah cuaca buruk yang kerap terjadi. Selain itu, serangan hama yang menggerogoti tanaman juga memperparah kondisi ini.
Tidak hanya itu, kekesalan petani juga disebabkan karena tidak seimbangnya antara biaya modal produksi yang dikeluarkan, dengan biaya harga jual cabai.
Karmina coba menghitung, dari satu bidang areal sawah yang berukuran sekitar 420 meter persegi, petani saat ini dapat memanen sekitar 20 kilogram dari yang seharusnya 100 kilogram.
Sedangkan untuk satu bidang, petani harus mengeluarkan biaya modal produksi minimal sekitar Rp 15.000.000.
Di saat bersamaan, harga cabai merah petani saat ini hanya bisa dijual Rp 10.000 dari yang sebelumnya bisa mencapai Rp 30.000 - Rp 40.000 per kilogram.
"Jauh pak harganya. Sekarang Rp10.000, buat balik modal garap lahan saja ga nutup," keluh Karmina.
Karmina menyebut para petani juga mengaku dikejar-kejar para pihak karena tidak dapat menyicil angsuran permodalan yang telah dipakai.
Karmina bersama petani lainnya terus memohon kepada Presiden Jokowi, Bupati Cirebon, Imron Rosyadi, dan lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.