Hal senada disampaikan Rizaldi Akbar (34), salah seorang pedagang lainnya yang juga ikut membuka kios sejak Sabtu kemarin.
Rizaldi mengaku, tak bisa berbuat banyak di tengah kebutuhan yang mendesak. Pasalnya, kata dia, hanya berdagang celana bekas impor yang menjadi masukan selama ini untuk keluarga.
"Gila aja mau enggak buka sampai kapan, kemarin kan masih jadi sorotan jadi kita tutup, sekarang udah kondusif lah, teruskan ini penghasilan saya satu-satunya mau enggak mau saya mesti buka," kata Rizaldi.
Ia mengatakan, terlalu lama menunggu kebijakan pemerintah soal thrifthing. Sementara urusan di rumah tidak bisa menunggu kebijakan baru.
"Saya pikir pelarangan bakal ada solusinya, tapi sampai sekarang enggak ada, kebutuhan di rumah terlalu lama kalau harus nunggu kebijakan," jelas dia.
Selain itu, ia mesti mencari bekal tambahan untuk pulang kampung nanti saat Idul Fitri. Sekalipun berisiko, baginya menafkahi keluarga itu lebih penting.
"Orangtua saya juga nunggu saya di kampung halaman, saya harus cari bekel lebih, dari dulu ini doang penghasilan saya, kita semua tahu kalah sekarang ini si pakaian bekas ini jadi sorotan tapi gimana lagi," ujarnya.
Sama dengan Hakim, Rizaldi hanya memajang stok barang yang lama. Ia mengaku sisa-sisa barang yang tidak laku terpaksa harus dipajang kembali.
"Ya ini barang yang lama, kebanyakan stok lama, mudah-mudahan aja pembeli masih pada mau," tuturnya.
Sementara Hendri (43) pedagang kaos wanita yang berada di luar bangunan utama Pasar Cimol Gedebage mengaku tak bisa berlama-lama tutup.
Selain ia memiliki pelanggan tetap, ia juga mesti mempersiapkan tambahan untuk menyambut Idul Fitri tahun ini.
"Saya kan punya kampung, harus pulang kan sekarang udah enggak ada larangan pulang, setidaknya bagi kami yang orang seberang harus cari tambahan, jadi enggak mungkin kalau lama-lama tutup," tutur dia.
Sampai saat ini, sejak adanya pelarangan dari pemerintah pusat, Hendri masih menunggu solusi yang pas untuk para pedagang pakaian bekas impor.
"Kalau ada solusi kenapa enggak, tapi sampai sekarang masih belum ada," tambahnya.
Terkait berpindah berjualan ke barang lokal, Hendri mengaku pernah melakukannya. Namun, pembeli lagi-lagi lebih memilih untuk membeli pakaian impor dengan selera masing-masing.
"Pernah kok pernah, tapi enggak berhasil signifikan, karena pembelinya udah biasa beli pakaian bekas impor," pungkasnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.