Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Kemala, Bayi Stunting yang Alami Gangguan Pendengaran karena Kurang Gizi

Kompas.com, 6 April 2023, 15:09 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Perjuangan untuk menjemur Kemala agar sembuh dari penyakit kuningnya bukan tanpa rintangan.

Siapapun, baik Elisa atau Yayah mesti berjalan sekitar 200 meter dari kediamannya, untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup.

Pasalnya, rumah orangtua Elis berada di antara pemukiman yang padat akan penduduk, serta harus melalui gang-gang kecil.

"Dijemurnya di depan sana di jalan gede, jalan dulu dari sini, supaya dapet matahari yang full. Kalau di sini mah pengap, lembab soalnya kecil rumahnya, sinar mataharinya juga sedikit," tutur dia.

Saat malam hari, Kemala akan diterangi oleh lampu kuning biasa. Tujuannya, kata dia, agar Kemala tetap merasa hangat dan terkena sinar.

"Kalau malam yan dibuatin lampu kaya gini (sambil menunjukan lampunya) sama kakeknya," kata Elis.

Alih-alih agar Kemala sembuh, Elis mengeluh segala upaya telah dilakukan.

Kemala mesti mengidap penyakit kuning selama 1,5 bulan di luar batas normal yang biasanya hanya 2 sampai 3 minggu.

Khawatir, lantaran tak kunjung sembuh, akhirnya Elis membawa Kemala ke puskesmas.

Pihak puskesmas, saat itu, kembali merekomendasikan Kemala untuk dibawa ke Rumah Sakit Rajawali, tempat Kemala lahir.

Elis mengungkapkan, saat itu, kondisi Kemala masih terlihat lemas atau lesu, setiap menangis Kemala kerap mengeluarkan nada yang cukup tinggi.

Baca juga: Perjuangan Nakes di Labuan Bajo Perangi Tengkes, Dilatih di Stunting Center dan Terjun Melawan Mitos

Benar saja, dokter yang menangani Kemala, kata dia, mengatakan Kemala terlalu lama menderita penyakit kuning.

Akibatnya, kandungan bilirubin (senyawa pigmen berwana kuning) terlalu banyak masuk ke dalam otak sehingga mengakibatkan ensefalopati bilirubin akut.

"Singkatnya kata dokter komplikasi penyakit kuning pada bayi, ya ada efek dan dampaknya," kata dia.

Sambil membacakan hasil pemeriksaan dokter, kepada Kompas.com Elis menyebut komplikasi penyakit kuning yang diderita Kemala menyebabkan kernikterus (sindrom yang terjadi jika ensefalopati bilirubin akut menyebabkan kerusakan permanen pada otak).

"Katanya, ke depan kalau enggak ditangani secara baik, paling parah anak saya bisa mengalami gangguan pendengaran, pertumbuhan gigi yang tidak normal," ungkapnya.

Beruntung, kata dia, dokter yang menangani Kemala begitu perhatian. Elis mengaku sempat ditanyai mengapa Kemala bisa mengalami hal tersebut.

Bahkan, sang dokter sempat bertanya ihwal pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada Kemala. Namun, Elis mengaku pemberian ASI untuk Kemala rutin di lakukan.

Meski, ia harus mencari nafkah, Elis kerap memompa ASI-nya untuk Kemala dan disimpan yang disimpan di dalam kulkas.

Baca juga: RSUD Magetan Terima Rujukan 775 Balita Stunting Selama 2023, Kesadaran Warga pada Tengkes Disebut Meningkat

Tak cukup dengan penjelasan itu, dokter yang menangani Kemala, langsung menguji kualitas ASI dari Elis.

Hasilnya, Elis seperti tertampar ketiga kali, setelah ditinggal sang suami, Kemala yang divonis penyakit berat, kini ia harus menerima hasil dokter yang menyebutkan bahwa kualitas ASI yang diberikan untuk Kemala kurang baik kualitasnya.

"Saya kaget ternyata saya sendiri juga penyebabnya, terus lingkungan dan yang lainnya juga mendukung semua, mau gimana lagi harus dijalani," kata Elis.

Elis menyadari, jika kualitas ASI yang dibekukan tidak selamanya baik. Ia sadar rutinitasnya bekerja mencari penghasilan membuat ia tidak memperhatikan kualitas ASI.

Tak sampai di situ, apa yang dikonsumsinya selama ini, lanjut dia, jauh dari kata sehat atau bergizi.

Tekanan ekonomi, kata dia, menjadi faktor utama, apa yang dialaminya mesti berimbas pada kehidupan sang buah hati.

"Kemala jadi kena imbasnya. Gimana ya kulkas saya zaman mana ini, enggak punya duit buat beli baru. Gaji saya enggak seberapa, terus sanggupnya beli makanan yang sesuai, bergizi atau tidak saya enggak tahu," tambahnya.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau