BANDUNG, KOMPAS.com - Kebakaran TPA Sarimukti membuat Pemerintah Kota Bandung menggenjot beberapa program penanganan sampah.
Mulai dari program Kang Pisman dan Kawasan Bebas Sampah (KBS). Kemudian Pemkot Bandung menempuh upaya penanganan sampah dengan mendirikan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) di beberapa titik.
Salah satu yang telah berjalan adalah TPST Cicukang Holis yang mampu mengolah 10 ton sampah kering dan residu setiap harinya dengan sistem RDF.
Baca juga: Kota Bandung Terancam Darurat Sampah Buntut TPA Sarimukti Ditutup
Teknologi RDF merupakan pengolahan sampah anorganik melalui proses homogenizers menjadi ukuran yang lebih kecil atau dibentuk pelet.
Hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan dalam proses pembakaran recovaring batu bara untuk pembangkit tenaga listrik.
Baca juga: Ridwan Kamil Minta Hengky Libatkan BNPB Atasi Kebakaran TPA Sarimukti
Rencananya, Pemkot Bandung akan menambah lagi TPST tahun depan, lokasinya berada di Eks-TPA Cicabe. Namun, masih ada penolakan dari masyarakat setempat mengenai hal tersebut.
Plh Wali Kota Bandung Ema Sumarna menyampaikan, akan terus melakukan pendekatan dan edukasi kepada masyarakat mengenai TPTS di Cicabe.
"Itu memang masih ada penolakan, tapi akan kita komunikasikan. Saya sudah mintakan lurah dan camat dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung untuk lakukan pendekatan dan penjelasan," ujar Ema dalam rilisnya, Rabu (23/8/2023).
Menurutnya, mungkin saja masih ada miskomunikasi dan salah paham mengenai TPST. Padahal, TPST satu langkah yang tepat, baik, dan benar dalam penanggulangan sampah.
"Contoh yang di Holis. Itu mungkin mereka (warga Cicabe) kalau sudah melihat TPST di Holis justru akan terbayang seperti apa penanganan pola TPST ini," ucap dia.
Sebab, ia menambahkan, dengan TPST sampah bisa jauh lebih baik ditangani. Bahkan unsur baunya juga tidak menjadi sesuatu yang perlu dikhawatirkan masyarakat.
"Justru di sana terjadi sirkuler ekonomi karena menjadi produk-produk yang bisa dimanfaatkan dan bernilai ekonomi," ungkapnya.
Sehingga, ia mewajari jika seseorang belum memahami proses TPST, tentu yang muncul adalah asumsi-asumsi negatif.
Namun, jika sudah memahami proses dan melihat langsung pengolahan TPST, ia yakin masyarakat bisa lebih bijak dalam memandang.
"Jadi logikanya begini, kebijakan yang pemerintah ambil itu sudah diperhitungkan tidak akan membahayakan masyarakat. Pembangunan apapun juga untuk kepentingan masyarakat. Tapi kalau saat ini mereka masih ada asumsi-asumsi yang negatif saya anggap wajar-wajar saja karena mungkin belum paham secara keseluruhan," tuturnya.