Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jualan Nasi Kuning ala Jusuf Hamka, Nilai Filosofis dan Pengalaman Masa Kecil

Kompas.com - 03/10/2023, 08:52 WIB
Firman Taufiqurrahman,
Reni Susanti

Tim Redaksi

CIANJUR, KOMPAS.com – Di sela kesibukannya mengurus bisnis konstruksi, Jusuf Hamka masih menyempatkan diri meninjau usaha kulinernya, yakni jualan nasi kuning.

Bahkan, bos jalan tol ini kadang terjun langsung melayani pembeli seperti yang dilakukan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Warga sendiri harus rela mengantre untuk mendapatkan seporsi nasi kuning yang dibanderol Rp 3.000 itu lengkap dengan aneka menu pilihan.

Baca juga: Sosok Nardinata Marshioni, Suami yang Ternyata Perempuan di Surabaya, Nama Jusuf Hamka Terseret

Sejauh ini, sudah ada 12 cabang Nasi Kuning Babah Alun yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Bandung, dan Cianjur.

Di Cianjur sendiri, Nasi Kuning Babah Alun telah beroperasi sejak Maret 2023 atau selama tujuh bulan.  

“Di Cianjur kita buka di dua tempat. Di sini (toko Borobudur) dan satunya lagi yang baru buka, di kawasan Jebrod,” kata Denny Fung (30), pengelola Nasi Kuning Babah Alun, kepada Kompas.com, Senin (2/10/2023).

Baca juga: Jusuf Hamka Tagih Utang ke Pemerintah, Mahfud MD: Ini Masalah Negara yang Harus Diselesaikan

Denny menyebutkan, setiap hari menyediakan 300 hingga 700 porsi, dan hanya dalam hitungan jam, Nasi Kuning Babah Alun ini ludes terjual.

“Pak Jusuf dalam beberapa kesempatan suka datang ke sini, kadang ikut melayani pembeli juga,” ujar dia.

Cerita di balik nasi kuning

Bagi Jusuf Hamka, usaha kulinernya ini tak semata bisnis apalagi untuk mencari keuntungan. Namun upaya bersedekah dengan cara memberdayakan pedagang kecil atau pelaku UMKM.

Karena itu, Jusuf memesan nasi kuning dari pedagang setempat untuk kemudian dijual dengan harga di bawah normal.

“Beli dari pedagangnya Rp 10.000 per porsi, lalu dijual Rp 3.000 supaya bisa lebih menjangkau semua lapisan masyarakat,” kata Jusuf kepada Kompas.com di Cianjur.

Jusuf menceritakan, menggaungkan nasi kuning ini karena ingat dengan masa kecilnya yang tak lepas dari makanan khas Nusantara ini.

“Saya anak Samarinda, di sana itu terkenal nasi kuning dan ikannya gabus. Sewaktu kecil ibu saya jualan nasi kuning, dan itu jadi sarapan kami. Saat itu hidup saya banyak dari bantuan orang,” kenang Jusuf.

“Karena sekarang sudah sedikit mampu, ingin berbagi kepada orang lain. Saya tidak ingin ada saudara kita yang tidak bisa makan,” sambung dia. 

Makna filosofis harga Rp 3.000

Menurut Jusuf, harga Rp 3.000 tak semata banderol yang murah meriah, tetapi memiliki makna filosofis tersendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com