Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Pengusaha Angkot Kabupaten Bandung, Dipaksa Beradaptasi di Tengah Era Digitalisasi

Kompas.com, 31 Oktober 2023, 10:36 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Gloria Setyvani Putri

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Angkutan kota (angkot) di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, masih mencoba eksis di tengah impitan moda transportasi online dan angkutan umum lainnya.

Meski terseok-seok, wilayah Kabupaten Bandung masih mengandalkan angkot sebagai alat transportasi publik.

Pelbagai upaya dilakukan oleh pengusaha angkot untuk dapat bersaing dengan moda transportasi massal lainnya.

Baca juga: Curhat Sopir Angkot di Kabupaten Bandung, Setoran Harian Rp 80.000 Sulit Didapat

Umar Sopandi (56) pengusaha angkot asal Kabupaten Bandung mengaku sudah kehabisan cara untuk bisa bersaing dengan moda transportasi massal saat ini.

Dari sisi finansial, kata Umar, angkot sudah tak menjadi primadona seperti beberapa tahun ke belakang. Secara otomatis, pendapatan yang didapatkan sopir angkot pun berkurang.

"Kalau bicara zaman dulu ya, kita bisa dikatakan jaya lah ya, sekalipun ada taxi waktu itu tapi tetap kita yang dominan. Kalau sekarang, wah susah," katanya dihubungi melalui telepon, Minggu (29/10/2023).

Menurutnya, para pengusaha angkot bukan tak memiliki ide untuk membuat angkot kembali menjadi angkutan umum yang disukai publik. Hanya saja saat ini kehadiran angkutan massal yang begitu masif menjadi kendala tersendiri.

Ia mencontohkan, jauh sebelum adanya kendaraan online, ada angkutan massal seperti bus. Jika, saat itu, sistem peremajaan sopir angkot dialihkan menjadi sopir bus, kondisi masih bisa diselamatkan.

"Kalau seandainya, pengusaha angkot dilibatkan dalam pembentukan bus dalam kota, kalau di sini mungkin dulu DAMRI, kalau sekarang banyak lah namanya, mungkin regenerasinya baik. Sopir angkot jadi sopir bus, si pengusahanya juga dibawa dalam skema bisnis nya, ini kan enggak kaya gitu," ujarnya.

Ia menuturkan, semestinya pemerintah dulu melihat kondisi tersebut. Pengusaha angkot terbilang banyak, apalagi jumlah sopirnya.

Jumlah tersebut, kata Umar, bisa meringankan pemerintah dalam mengupayakan alat transportasi massal.

"Katakanlah luas Bandung Raya kan gede tuh, bisa dibagi-bagi. Dalam satu bus kan ada sopir, ada kondektur, artinya bisa dimanfaatkan para pengusaha dan sopir angkot itu. Sisanya masih dipertahankan di angkot, karena kita tahu, enggak semua jalur bus bisa terjangkau oleh bus," bebernya.

Sejumlah angkot jurusan Leuwi Panjang-Soreang saat tengah mencari penumpang di beberapa titik pemberhentian di Jalan Raya Kopo-Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Minggu (29/10/2023)KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Sejumlah angkot jurusan Leuwi Panjang-Soreang saat tengah mencari penumpang di beberapa titik pemberhentian di Jalan Raya Kopo-Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, pada Minggu (29/10/2023)

Jika melihat kondisi saat ini, untuk mengubah angkot menjadi primadona, ibarat mencari jarum dalam jerami.

Pasalnya, moda transportasi online, serta kemudahan mendapatkan kendaraan pribadi sudah merajalela.

"Kita lihat persentasenya, kendaraan pribadi di Bandung Raya sudah banyak bahkan bikin macet, terus online, ini terus numpuk persoalan nya kita juga kesulitan," ungkap dia.

Ia melihat, saat ini pemerintah seperti terus memberikan persoalan, baik untuk pengusaha angkot atau sopir angkot.

Seandainya dulu, ketika sosialisasi angkutan massal masif dan pengusaha angkot atau supirnya dilibatkan, kata dia, hari ini tinggal bicara soal kendaraan online.

"Ini kan jadi nambah terus persoalannya, yang bus dulu belum selesai, sampai akhirnya DAMRI bertransformasi jadi apa karena enggak laku banget. Terus ada online, terus ada Trans-Trans baru, ada kendaraan motor yang banyak, ada kita juga, ini kan persoalannya ditambahkan tanpa ada solusi konkret," tutur Umar.

Umar menambahkan, kondisi pengusaha angkot sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, tak sedikit yang gulung tikar.

Ia menuturkan, pandemi Covid-19 merupakan momen yang paling buruk bagi pengusaha angkot.

"Wah kacau, saya juga semaksimal mungkin bertahan, karena kasihan banyak yang cari makan di saya, saya juga bukan usaha lain. Betul, waktu Covid itu paling terasa banget," ujarnya.

Dulu, sambung Umar, dalam satu bulan ia bisa meraup keuntungan hingga puluhan juta.

Namun, saat ini untuk mendapatkan Rp 2 juta per bulan, ia mengaku harus ekstra memecut semangat para sopir angkot.

"Saya akui kalau dulu bisa mencapai kurang lebih Rp 30 juta, itu udah dipotong biaya operasional kaya onderdil gitu, sopir udah aman. Kalau sekarang wah sudah jauh lah, dapet Rp 1 juta atau Rp 2 juta sudah beruntung," kata dia.

Awalnya Umar memiliki 40 kendaraan angkot jurusan Tega Lega - Banjaran, Cicaheum - Cileunyi, dan Leuwi Panjang - Soreang.

Namun saat ini hanya tersisa 15 angkot saja. Sisanya, ia jual dan sebagian ada yang diubah menjadi mobil bak terbuka.

"Sekarang sisa yang panjang trayeknya, Tega Lega - Banjaran dan Leuwi Panjang - Soreang. Sudah dijual, dan ada yang jadi mobil bak, buat angkut yang pindah rumah atau ke pasar suplai apa gitu," ungkapnya.

Wajib Beradaptasi

Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kabupaten Bandung Hilman Kadar mengatakan, selama bertahun-tahun pihaknya telah mendorong agar angkot di Kabupaten Bandung bisa beradaptasi dengan zaman.

Secara regulasi, kata Hilman, bahwa setiap pemilik angkutan umum itu harus terhimpun dalam sebuah koperasi.

Sejauh ini, ada 41 koperasi yang sudah terbentuk dan langsung di bawah Dishub Kabupaten Bandung.

"Nah, dulu memang secara regulasi bahwa setiap angkutan umum di Kabupaten Bandung itu harus terhimpun dalam koperasi dan kita sudah bentuk koperasi di Kabupaten Bandung, tetapi mungkin jalannya kurang bagus yang terbentuk itu ada 41 koperasi angkutan umum di kita," kata Hilman dihubungi melalui selular.

Pembentukan koperasi tersebut, merupakan sebuah langkah yang sudah sesuai dengan indikator kinerja utama Dinas Perhubungan.

Melalui koperasi tersebut, kata dia, pihaknya bisa membaca setiap perkembangan angkot di Kabupaten Bandung, terutama penilaian masyarakat.

Aep Rahmat (58) supir angkutan kota (Angkot) jurusan Leuwi Panjang - Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, usai beraktifitas menarik penumpang dari mulai Perempatan Kopo Kota Bandung hingga Terminal Soreang, Kabupaten Bandung, pada Minggu (29/10/2023)KOMPAS.COM/M. Elgana Mubarokah Aep Rahmat (58) supir angkutan kota (Angkot) jurusan Leuwi Panjang - Soreang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, usai beraktifitas menarik penumpang dari mulai Perempatan Kopo Kota Bandung hingga Terminal Soreang, Kabupaten Bandung, pada Minggu (29/10/2023)

"Kita dulu sudah mengembangkan, kita punya target indikator kinerja utama Dishub itu adalah sejauh mana masyarakat akan menggunakan angkutan umum, secara otomatis layanan angkutan umum yang diberikan itu harus baik, aman, nyaman, lancar, selamat," jelasnya.

Meski demikian, Hilman menyadari perkembangan angkutan berbasis online mejadi tantangan bagi pengusaha angkot.

Pasalnya, transportasi berbasis online memberikan pelayanan lebih baik. Menurutnya, persoalan transportasi tidak pernah lepas dari persoalan pelayanan.

"Nah, namun kenyataannya bahwa saat ini seiring waktu bahwa terdapat keanggotaan angkutan yang berbasis online yang mereka memberikan pelayanannya mungkin lebih, bisa dikontak langsung, bisa on time, layanannya lebih bagus dan mungkin kenyamanannya lebih bagus, sehingga angkutan umum pada saat ini jika tidak bisa bersaing dengan mereka maka tentu saja jumlah penumpangnya itu akan semakin menurun ya. Saat ini yang terjadi seperti itu," jelas Hilman.

Selain itu, Hilman membenarkan bahwa kemudahan produsen kendaraan umum menyebabkan angkot semakin melemah.

Ia mengatakan, tak sedikit masyarakat yang bernai mencicil kendaraan pribadi, lantaran dipermudah oleh pihak produsen kendaraan pribadi.

"Namun, sebuah keniscayaan bahwa jumlah penduduk sudah bertambah, kebutuhan masyarakat sudah semakin meningkat jadi sudah banyak juga pengusaha ataupun banyak produsen kendaraan roda dua yang memberikan kemudahan untuk membeli tanpa uang muka, sehingga masyarakat itu berfikir dari pada naik angkot, berhenti, lama, tidak nyaman, maka mereka lebih memilih untuk mencicil kendaraan roda dua itu menjadi sebuah masalah," tuturnya.

Meminimalisasi ketertinggalan angkot, kata Hilman, pihaknya telah berupaya melakukan pembinaan baik dengan Organda atau dengan koperasi.

Pembinaan tersebut dilakukan untuk mendorong agar koperasi yang sudah terbentuk mampu membiayai operasional pengusaha angkot.

Baca juga: Curhat Driver Ojol, Sepi Orderan karena Tersaingi Angkot JakLingko Gratis

"Kita Dishub berkewajiban untuk melakukan sebuah pembinaan-pembinaan baik dengan Organda dengan Koperasi juga, agar mereka koperasinya dibesarkan sehingga bisa membiayai operasional, salah satunya mendukung operasional pengusaha-pengusaha angkutan umum, misalnya dalam hal onderdil, perbaikan perbengkelan," katanya.

Saat ini, di Kabupaten Bandung terdapat 42 trayek, dan 11 trayek merupakan trayek yang berbatasan dengan kota atau kabupaten lain.

"Di Kabupaten Bandung ini ada 42 trayek aktif dan 11 trayek perbatasan, misalnya antara Kabupaten Bandung dengan Garut dan Kabupaten Bandung dengan Cianjur dan kurang lebih dari jumlah 41 trayek aktif dan 11 trayek perbatasan itu ada 2.000 angkutan umum yang beroperasi di Kabupaten Bandung," pungkasnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau