Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cak Imin: Saya Heran Kenapa Ada yang Hobi Impor, padahal Kita Masih Bisa Panen

Kompas.com, 3 Januari 2024, 18:02 WIB
M. Elgana Mubarokah,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

BANDUNG, KOMPAS.com - Calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengaku heran dengan sektor pertanian tanah air. Pasalnya, Indonesia sebagai negara agraris masih mengimpor bahan pangan dari negara lain. 

Padahal, kata dia, para petani di Indonesia masih bisa panen. Bahkan, kualitas hasil panennya pun masih terbaik.

"Saya heran kenapa ada aja yang hobi impor, padahal kita masih bisa panen. Kebutuhan pangan kita terus menggantungkan dari negara lain, bukan dari produk kita. Padahal kita mampu panen," katanya dijumpai di Stadion Si Jalak Harupat, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/1/2024).

Baca juga: Cak Imin Optimistis Amin Menang 51 Persen di Jabar

Ia membenarkan, jika saat ini dunia tengah dihadapkan pada situasi krisis pangan. Salah satu faktornya adalah perang Ukrania-Rusia.

Namun, kata dia, sebelum perang tersebut berlangsung para petani Indonesia sudah mendapatkan kendala.

"Tata Niaga ini harus diperbaikin, salah satunya kesenjangan dari pasar dan pengguna, para petani menderita lebih dari 10 tahun ini. Jauh sebelum perang ukraina kita sudah punya masalah pupuk," kata Cak Imin.

Jika terlalu lama bergantung pada negara lain, Cak Imin khawatir Indonesia akan menjadi negara peminta. Pasalnya, saat ini sejumlah negara tengah memberhentikan ekspornya.

"Kalau mengadalkan impor sementara negara yang lain menghentikan ekspor, Thailand, Vietnam, Myanmar. Kita mandiri pangan, mengendalikan pangan, tanpa campur tangan orang lain," ujar dia.

Cak Imin mengungkapkan negara perlu segera memperbaiki kondisi tersebut.

Ia menyebut negara memiliki anggaran yang fantastis. Namun anggaran tersebut hampir sebagian digunakan untuk melunasi hutang liar negeri.

"Padahal negara ini kuat, punya kemampuan, kita punya uang Rp 3.000 triliun setahun, tapi 30 persen untuk hutang," ungkap dia.

Agar kesejahteraan petani semakin membaik, Cak Imin mengungkapkan negara memiliki alat salah satunya Bulog.

Menurutnya, saat ini fungsi Bulog mesti dikembalikan sebagai penyangga dari produksi hingga panen.

Dia mengatakan hal ini merupakan tanggung negara agar petani bisa menanam, bersemangat, memproduksi pangan.

"Negara punya alat, bagaimana pertanian biasa dijamin, jangan sampai ada yang rugi, harus untung petani itu. Kita butuh penyangga dan enggak ada yang lain selain negara, kemudian kuta mengambilkan fungsi Bulog sebagai penyangga harga, semua produksi petani harus terbeli," ujar dia.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


Terkini Lainnya
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Soal Penolakan Warga Terminal Cicaheum, Farhan Upayakan Relokasi ke TOD BRT Paling Ramai
Bandung
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Forum Kiai NU Jawa Desak Pembentukan Panitia MLB, Nama Rhoma Irama Disebut
Bandung
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Pakar Hukum Ingatkan Dedi Mulyadi: Surat Edaran Tidak Bisa Dibuat Seenaknya
Bandung
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau