Endang menilai, menggeliatnya sektor pertanian bakal memicu pertumbuhan ekonomi.
Sama halnya dengan investasi industri skala besar, seperti pembangunan pabrik-pabrik yang saat ini dilakukan di Garut.
Endang yakin sektor pertanian bisa jadi industri yang bisa menyerap banyak tenaga kerja, selama kebijakan pemerintah berpihak pada petani.
Namun, sayangnya Endang melihat hingga saat ini belum ada program yang bisa menguntungkan petani dalam berproduksi.
“Kalau pemerintah mau, kontrak saja dengan petani untuk penyediaan stok beras. Pemerintah perlu berapa ratus ton, petani yang menyiapkan dan dibuat kontrak kerjanya dengan harga yang sudah disepakati bersama,” katanya.
Endang melihat, pemerintah saat ini diuntungkan karena banyak petani yang masih mau menanam padi karena bagian dari hidup mereka.
Meski, sebenarnya pertanian sama sekali tidak menguntungkan.
“Jadi kalau bahasa saya itu, mereka (petani) sudah kawin dengan profesinya. Jadi, apa pun yang terjadi, mereka hadapi. Sama seperti suami istri, biar sudah tidak cantik lagi, ya terima saja. Bukan lagi bicara cinta, tapi rasa sayang yang ada,” katanya.
Namun, kondisi ini menurutnya hanya terjadi pada petani-petani generasi tua.
Untuk generasi muda, tentu berhitung lebih ketat untuk memilih melanjutkan profesi orangtuanya.
Makanya, sekarang banyak sawah yang dikerjasamakan dengan petani penggarap dengan pola kerja sama atau bagi hasil.
Pemilik sawahnya sendiri lebih memilih bekerja di sektor-sektor formal dan informal atau menjadi pedagang dibanding jadi petani.
Sementara, hasil tani yang didapat dari sawah mereka, disimpan untuk kebutuhan rumah tangga.
Hal ini terjadi pada Udin (75) yang sebenarnya memiliki sawah untuk digarap.
Namun, dia membayar orang untuk menggarap lahannya atau menyuruh istri untuk mengurusnya.
Sementara, Udin lebih sering menggebuk batang padi dan mengumpulkan butir-butir padi sisa panen.
Butir-butir padi sisa tersebut biasa dikumpulkan Udin untuk dibawa pulang dan dijemur hingga bisa menjadi beras.
Selain itu, batang padi sisa juga bisa dijadikan sebagai pakan kerbau.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.