TASIKMALAYA, KOMPAS.com- Kehidupan para petani saat ini jadi sorotan menyusul tingginya harga beras sampai Rp 17.000 per kilogram di pasaran.
Meski harga beras mahal, tak membuat kehidupan petani di perkampungan meningkat kesejahteraannya.
Mereka seakan hanya bisa bertahan hidupnya dengan stok padi hasil panen musim tanam sebelum terjadinya musim kemarau panjang tahun lalu.
Baca juga: Sulitnya Penggilingan Kecil Dapat Gabah Dinilai Ikut Buat Harga Beras Mahal
Saat ini, sebagian besar para petani padi di Tasikmalaya, Jawa Barat, mulai memasuki masa tanam baru yang hasilnya bisa dirasakan empat bulan ke depan.
Senin (4/3/2024) siang, panasnya terik matahari tak menyurutkan ibu-ibu buruh tani bekerja di pesawahan demi mempertahankan kehidupan keluarganya di wilayah Mangkubumi, Kota Tasikmalaya.
Mereka mengaku selama ini diberi upah Rp 25.000 per hari bagi buruh tani yang disuruh membersihkan ilalang rumput atau 'ngarambet' supaya pertumbuhan padi kecil tak terhambat atau rusak.
Biasanya para ibu-ibu buruh tani tersebut disuruh oleh para pemilik lahan atau petani yang diberikan kuasa mengelola sawah oleh pemilik lahan.
"Mau beras harganya normal atau naik jadi mahal seperti sekarang sekalipun, tetap saja upah saya Rp 25.000 per hari. Ya, karena kami kan hanya buruh tani saja pak. Alhamdulillah masih ada penghasilan, daripada tidak ada sama sekali," jelas Nurahmah (56), salah seorang buruh tani asal Mangkubumi, Kota Tasikmalaya di ladang sawah yang digarapnya, Senin (4/3/2024).
Nurahmah mengaku sudah puluhan tahun menjadi buruh tani saat masa tanam padi berlangsung dan biasanya sibuk diperkerjakan lagi saat nanti musim panen.
Baca juga: Pupuk Subsidi Tak Mencukupi, Petani di Pematangsiantar Berutang
Selama tak bekerja di sawah dirinya hanya sebagai ibu rumah tangga biasa mengurus suami dan anak-anaknya.
"Jadi selain disuruh petani lainnya, saya membantu suami saya sebagai pengurus lahan sawah milik orang lain. Kalau suami tiap hari memantau sawahnya supaya tanaman bisa mulus tumbuh sampai masa panen," ujar dia.