Editor
Untuk awal-awal, Vania dan Darrian kerja didampingi tim House of Hope. Durasi kerja pun dibatasi hanya setengah hari. Namun setelah beberapa bulan, mereka tidak didampingi dan kini sudah full time kerja.
Noel menceritakan, ada 9 orang yang kini ditangani House of Hope, termasuk Vania dan Darrian. 9 orang ini memiliki latar belakang yang berbeda.
"Ada yang down syndrome, autis, tunagrahita, serta gangguan mental akibat di-bully," ungkap dia.
Korban bully ini, sambung Noel, dua tahun tidak mau bicara, sehingga didampingi psikolog. Di House of Hope pun ia introvert, tidak mau bicara,
Setelah beberapa bulan, tim menggali potensinya, rupanya ia bisa melukis. Kini pemuda tersebut mau mengobrol dan bertanya.
Yesiyani Putri Keli Aplunggi, Head of Activity Program House of Hope mengatakan, penanganan setiap anak berbeda. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri.
Misalnya Vania, kalau lagi marah, dia akan diam, tidak akan mengerjakan apapun. Tim mengetahui cara meredakan kemarahan Vania.
Yesiyani mengingatkan dalam prosesnya, tidak bisa berekspektasi sama anak-anak muda ini. Karena orang dengan mental disabilitas mudah lupa karena memiliki short memory.
Misalnya sebelum libur Lebaran, mereka sudah bisa menempel lem (membuat box), begitu selesai libur lupa lagi.
Karena itu, semua individu berkebutuhan khusus tidak boleh berhenti berkegiatan fungsional di rumah. Secara tidak langsung itu akan membantu motorik halus dan kasar.
Apakah mereka memiliki impian? Ya. Seperti Nana ingin menjadi seorang penulis dan ia suka menonton drama korea.
Untuk memupuk impiannya, Nana belajar bahasa Korea. Hingga ia menghasilkan satu skrip drama.
"Tidak ada yang mustahil, kami memberikan harapan untuk mimpi-mimpi mereka," ungkap dia.
Begitupun Darrian yang sudah berhasil magang di perusahaan. Ia ingin menjadi pengusaha sukses.
"Aku mau jadi pengusaha yang sukses yang tidak bergantung pada orang lain dan keluarga. Aku ingin membanggakan orangtua dan masyarakat yang lain," kata Darrian.
Lantas bagaimana bagi orangtua yang ingin memasukkan anaknya ke House of Hope? Lembaga ini tidak menutup diri bagi siapapun. Bisa mendaftar dan mengikuti beberapa tahapan asesmen.
Namun karena anak harus diantar setiap hari, sampai saat ini rata-rata orang Bandung. Karena semua pembelajarn gratis, maka yang dicari adalah orang yang membutuhkan.
Seperti 9 orang yang sedang dibina House of Hope, rata-rata orangtua mereka single parent yang membutuhkan bantuan.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang