KOMPAS.com - Tak ada kata "berhenti", dan seperti tak mengenal garis finish, begitulah Asep Mustofa (46) atau akrab di sapa Asep Lampu, mendedikasikan diri dalam urusan kemanusiaan.
Warga Kampung Bobodolan, Desa Rancaekek Kulon, Kecamatan Rancaekek itu memilih Tagana sebagai refleksi sosial sejak tahun 2012.
Tagana adalah kependekan dari Taruna Siaga Bencana, sebuah organisasi sosial untuk penanggulangan bencana di bawah Kementerian Sosial.
Hampir 12 tahun, Asep berkecimpung di dunia kebencanaan, mulai dari ruang terkecil setingkat RT atau RW hingga lintas Kota atau Kabupaten.
Selama ini, Asep dikenal sebagai salah satu anggota Tagana Kabupaten Bandung yang memiliki dedikasi dan tanggungjawab yang besar.
Para anggota Tagana dipilih dari perwakilan komunitas dan kelompok masyarakat yang memiliki kepedulian pada kegiatan sosial.
Baca juga: Kisah Relawan Tagana, 4 Bulan Tinggalkan Keluarga Bantu Penyintas Gempa Cianjur
Nah, Asep direkomendasikan ke Tagana, setelah bertahun-tahun aktif di Karang Taruna.
"Sebetulnya kegiatan sosial, baik lingkungan dan kebencanaan sudah dilakukan sejak lama, Tagana ini seperti takdir Allah untuk saya berkecimpung di ruang atau cakupan yang lebih besar lagi."
Demikian kata Asep yang ditemui di Mako Tagana, Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (3/5/2025).
Tanpa disadari, kata dia, tak sedikit alat yang mendukung aktivitas manusia setiap hari merupakan ciptaan manusia lainnya.
Baginya, hal itu sudah mencontohkan bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.
Pandangan itu juga yang membuat bapak dua anak ini mantap mendedikasikan dirinya di Tagana.
"Nah, kami masuk Tagana pun ini membenarkan bahwa manusia adalah penolong, setiap manusia adalah penolong."
"Baik terdesak atau tidak pasti menolong hanya kadang-kadang gengsi, salah satu contohnya ini siapa yang menutupi aurat kita, seperti baju, topi, celana itu kan buatan orang lain untuk kita."
"Artinya orang lain sudah memikirkan kita, dan pertanyaannya kapan kita menolong orang lain," ujar dia.
Selain ruang sosial, Tagana bagi dia merupakan ruang untuk saling melengkapi. Asep memandang bencana alam tidak bisa diselesaikan secara individu.
Baca juga: Tagana Tasikmalaya Siagakan Tenda di Daerah Terdampak Gempa Garut
Apalagi, wilayah di Kabupaten Bandung yang masuk kategori wilayah rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar.
"Sebagai manusia biasa pasti banyak kekurangan, kami berusaha bagaimana kekurangan ini bisa kami lengkapi."
"Karena ada beberapa kegiatan yang perlu keterlibatan orang banyak terlebih sekarang bencana, itu ada di mana-mana, bencana terus silih berganti," kata Asep.
"Nah, kalau penyelesaian diselesaikan sendiri-sendiri, mungkin nanti bencananya akan terasa untuk sendiri saja."
"Mungkin kalau kita ingin menyelesaikan bencana yang lebih besar berarti memang harus dari diri sendiri untuk orang lain, tujuannya bagaimana menyadarkan."
"Seperti di wilayah Kabupaten Bandung itu lekat dengan banjir, longsor, puting beliung, termasuk kebakaran," jelas dia.
Kesadaran berdedikasi dalam hal kemanusiaan, sudah menjadi semacam "SOP" di Tagana.
Asep mengaku, kesadaran yang sudah mengakar di Tagana harus bisa disebarluaskan untuk masyarakat melalui medium apa pun.
"Saya juga serba kurang, jadi kesadaran itu yang mendorong saya biar bermanfaat di masyarakat melalui Tagana."
"Mohon maaf, saya selalu melihat bahwa kita itu harus bisa mengikuti jejak Rasulullah, saya menggambarkan Rasullah lebih dari Tagana, Taruna yang sudah memikirkan umatnya terkena bencana akhir zaman," tutur dia.