BANDUNG, KOMPAS.com - Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) Institut Teknologi Bandung (ITB) meluncurkan Oviotrap.
Yaitu inovasi perangkap telur nyamuk dengan internet of things (IOT). Oviotrap yang dikembangkan sejak 2019 ini dirancang untuk mengurangi populasi nyamuk.
Ketua Peneliti Oviotrap, Prof Endra Joelianto mengatakan, penelitian ini berangkat dari tantangan besar penyakit di tengah masyarakan yang harus dihadapi. Salah satunya penyakit yang ditularkan melalui nyamuk, seperti demam berdarah, cikungunya, serta sika.
“Penanggulangan penyakit yang ditularkan dari nyamuk memerlukan upaya pencegahan yang efektif dan berkelanjutan," ujar Endra dalam rilis yang diterima Kompas.com, Senin (27/5/2024).
Baca juga: Jabar Penyumbang DBD Tertinggi di Indonesia, Jumlah Kematian Tembus 209 Kasus
Untuk itulah, sambung Endra, pihaknya mengembangkan Oviotrap, singkatan dari Ovi, IOT, dan trap.
Endra menjelaskan, Ovitrap dilengkapi dengan IOT sehingga dapat terhubung ke jaringan dan memberikan data langsung ke pusat pemantauan atau ponsel pribadi. Dengan kemampuan ini, pengguna dapat mengetahui populasi nyamuk.
Data-data yang terkumpul kemudian dianalisis untuk mengetahui pola dan perilaku nyamuk dalam berkembang biak, untuk menemukan cara menanggulangi nyamuk dengan efisien.
Baca juga: Ditahan 3 Hari, Dokter yang Cabuli Istri Pasien di Palembang Kena DBD
Dalam pengembangan Oviotrap, para peneliti ITB bekerja sama dengan beberapa pihak lainnya, yaitu LPDP, LPIK, Dinas Kesehatan Kota Bandung, Universitas Maranatha, serta rekan-rekan lain yang terlibat.
“Ke depannya, Oviotrap diharapkan dapat dikembangkan di berbagai institusi di seluruh Indonesua, seperti sekolah, rumah sakit, dan tempat umum lainnya,” ucap Endra.
Pengembangan Oviotrap merupakan salah satu langkah awal menuju masa depan Indonesia yang lebih sehat dan aman terhadap demam berdarah.
Meski sudah diluncurkan, Oviotrap akan terus ditingkatkan kualitasnya secara berkala serta terus dilakukan penambahan unit baru.
“Oviotrap, perangkap telur nyamuk berbasis iot. Akan terus dilakukan continuous improvement. Saat ini, Oviotrap baru ada sekitar 100-200 unit dan akan terus ditingkatkan jumlahnya” Jelas Direktur PT Cinovasi, Pak Jusan Qithri.
Ketua Perkumpulan Entomologi Kesehatan Indonesia, Suwito meyampaikan, peluncuran Oviotrap sebagai alat perangkap telur nyamuk sejalan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No 2 Tahun 2023, bahwa setiap puskesmas dan dinas kesehatan wajib melakukan surveillance vector sebanyak satu kali dalam satu bulan.
"Penularan DBD itu 99 persen melalui nyamuk. Sehingga upaya pencegahan dan pengendaliannya sangat ditentukan oleh keberhasilan pengendalian nyamuk vektor. Diperlukan fungsi trapping untuk mengendalikan jumlah nyamuk yang beredar,” tutur Suwito.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Ira Jani mengatakan, pada tahun 2024, Kota Bandung mengalami peningkatan kasus DBD yang cukup tinggi dibanding kota-kota lain di Indonesia.
"Bandung adalah daerah endemis untuk kasus DBD. Harapannya, Oviotrap dapat menjadi alat untuk mencegah terjadinya demam berdarah di Kota Bandung, karena bagaimanapun, mencegah itu sepalu lebih baik daripada mengobati," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.