SUKABUMI, Kompas.com - Seorang bayi beriusia 2 bulan 28 hari di Kota Sukabumi, Jawa Barat, berinisial MK meninggal dunia usai diimunisasi.
Ibu dari MK, Deara Wulandari (27) asal Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi, Jawa Barat, mengungkap bahwa anaknya itu pada Selasa (11/6/2024) meninggal tak lama setelah mendapatkan imunisasi dengan empat varian vaksin antigen sekaligus.
“Anak saya ketinggalan imunisasinya dari satu bulan setelah lahir belum pernah imunisasi. Jadi kata bidan disuntiknya dua, BCG dan DPT, terus yang ditetes ke mulut 2 macam. Sesudah cek suhu tubuh dikatakan normal sama bidan, lanjutlah penyuntikan," kata Deara pada awak media di Mapolres Sukabumi Kota, Jumat (14/6/2024).
Baca juga: Sebelum Dihanyutkan, Bayi 6 Bulan di Gowa Alami Penyiksaan
Imunisasi tersebut, sambung Daera, dilakukan di puskesmas Sukakarya, Kota Sukabumi.
Deara juga berujar bahwa bidan di puskesmas saat itu tak menanyakan atau meminta persetujuannya untuk memberikan 4 vaksin antigen.
“Yang menyuntiknya itu bukan bidan, ada lagi beda orang. Bidan hanya ngasih tahu ke orang itu buat nyuntik BCG, DPT sama yang tetes kemulut,” terang Daera.
Tak lama setelah selesai, Daera kembali ke rumahnya beserta bayi yang masih nampak dalam keadaan sehat. Kemudian pada pukul 11.00 WIB, Daera memberi bayinya sirup Paracetamol.
"Kata bidan kan harus minum sirup itu, 3 kali dalam sehari," lanjut Daera.
Tak lama berselang, sekira pukul 14.00 WIB, sang bayi mengeluarkan tangisan. Namun tak lama suaranya melemah dan seperti terjadi kejang. Bayi tersebut juga tak mau meminum ASI.
Selepas itu Daera memberitahu pihak bidan puskesmas soal keadaan bayinya tersebut. Tak lama bidan puskesmas beserta seorang dokter mendatangi kediaman Daera.
Kemudian dikakukan penanganan pertama dengan dimasukan obat lewat lubang anus. Kemudian bayi tersebut dibawa kerumah sakit.
Saat dalam perjalanan ke rumah sakit, Daera berujar bahwa kondisi bibir anaknya berubah ungu serta kakinya yang terasa dingin. Sesampainya di IGD RS Assyifa, bayi itu langsung ditangani oleh pihak RS.
"Dicek dada sama oksigennya, tapi gak ada respons, sampai si anak dinyatakan meninggal sekitar pukul 15.00 WIB. Dari rumah sakit, kita pulang ke rumah bersama bidan dan pihak Dinas Kesehatan," papar Daera.
Pada hari itu juga, pukul 17.00 WIB, Jenazah, bayi tersebut dimakamkan. Sedangkan buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dibawa oleh Dinas Kesehatan dengan dalih untuk keperluan penyelidikan.
Dia mengaku ingin mengetahui penyebab pasti anaknya meninggal. Dia juga berharap tak ada hal yang ditutupi terkait kematian anaknya.
Baca juga: Bayi Baru Lahir Ditemukan di Luwu, Awalnya Warga Dengar Tangisan
“Kalau keinginan dari keluarga kasus ini ingin tuntas, tidak ada yang ditutupi apa penyebabnya anak saya meninggal. Apa karena dari obat yang terlalu banyak masuk atau karena kelalaian bidan, atau karena obatnya kedaluarsa atau ada apa gitu. Kan kita gak paham yang paham kan dari pihak tenaga kesehatan, bidan tersebut," tegas Daera.
Dia juga mengaku belum melaporkan kasus tersebut ke polisi. Dia memdatangi Mapolres Sukabumi Kota Pada Jumat (14/6/2024) hanya untuk berkonsultasi dengan unit Reskrim.
“Belum sampai itu (laporan), baru diskusi. Belum sampai diketik (laporan) gitu, baru tulis tangan,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Sukabumi, Wita Darmawati mengungkapkan bahwa yang diberikan kepada bayi itu saat imunisasi ialah suntik BCG, tetes polio, suntik DPT dan tetes rotavirus.
"Pemberian vaksinasi BCG dilengan kanan, kemudian ditetes polio, kemudian disuntikan di paha itu DPT kemudian diberi rotavirus," ujar Wita.
Wita menjelaskan bayi tersebut menerima empat antigen sekaligus karena imunisasi BCG yang terlewat.
Menurutnya, BCG itu semestinya diberikan saat usia bayi kurang dari satu bulan. Sehingga pada hari itu bayi tersebut menerima 4 imunisasi itu.
Baca juga: Hendak Shalat Maghrib, Warga Purworejo Temukan Bayi Dalam Kardus
Wita menuturkan peristiwa ini diduga akibat Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Namun, pihaknya saat ini masih melakukan investigasi untuk mengetahui penyebabnya.
"Kalau jejangnya apabila diduga terjadi KIPI yaitu Dinkes melapor ke Pojka KIPI. Kemudian menyiapkan data-data untuk audit kasus, banyak data yang harus dikumpulkan, termasuk vaksinnya, sisa vaksin, suntikannya, foto," ujar Wita.
Ia menerangkan saat ini Dinkes masih melakukan pendalaman soal kasus itu. Termasuk pengumpulan bukti-bukti dan hal lainnya.
“Sampai saat ini kami Dinkes masih melakukan investigasi dari puskesmas, keluarga, dan bukti-bukti lainnya. Jadi kita belum dapat hasil, belum dapat kesimpulan. Apakah dari human error, apakah dari vaksinnya atau dari faktor lain, kami juga ingin tahu,”pungkas Wita.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.