BANDUNG, KOMPAS.com - Menjelang pemilihan kepala daerah serempak yang jatuh pada 27 November 2024 mendatang, tak sedikit bakal calon kepala daerah di wilayah Bandung Raya yang menggandeng artis sebagai pasangannya.
Bahkan, di Kabupaten Bandung, nama Sahrul Gunawan yang kini menjabat Wakil Bupati digadang-gadang akan maju pada Pilkada nanti.
Tak hanya itu, beberapa waktu lalu, jagat media sosial dihebohkan dengan poster berisi wajah artis Raffi Ahmad bersama adik iparnya Ritchie Ismail alias Jeje Govinda, yang memberi sinyal maju di Pilkada Kabupaten Bandung Barat 2024.
Baca juga: Artis Maju Pilkada 2020, Sahrul Gunawan Unggul di Kabupaten Bandung
Fenomena artis masuk bursa pencalonan kepala daerah disoroti oleh Guru Besar Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Bandung, sekaligus pakar komunikasi politik, Asep Saeful Muhtadi, atau yang karib disapa Asep Samuh.
Asep Samuh mengatakan, fenomena itu bukan hal baru dalam kancah politik Indonesia. Menurut dia, hal itu merupakan risiko logis dari demokrasi elektoral.
Memang, kata dia, dalam demokrasi elektoral, dukungan akan berdatangan dan menjadi besar ketika bergantung pada popularitas.
"Dan yang sudah teruji punya popularitas itu ya para artis, jadi wajar para calon gubernur, calon bupati, calon walikota itu menggandeng para artis, karena untuk memeroleh elektoral yang lebih besar," kata dia saat dihubungi melalui telepon, Kamis (27/6/2024).
Menurut Asep Samuh., keputusan partai politik meminang artis untuk masuk ke kancah politik terutama pemilihan kepala daerah, sesungguhnya membawa risiko yang tinggi.
Baca juga: 9 Artis Masuk Bursa Pilkada 2024, Siapa Saja?
Pasalnya, minimnya pengalaman seorang artis untuk mengelola pemerintahan, mesti dipandang serius.
"Saya ambil contoh di Bandung Barat, Hengky Kurniawan, dia itu pada awalnya -bukan saya underestimate ya- dia itu tidak punya track record pemerintahan, tapi karena dia wakil bupati, bupatinya kena kasus, otomatis dia jadi bupati. Nah, itu di situ letak kerugiannya," kata dia.
Selain itu, fenomena ini menjadi ujian bagi masyarakat sebagai pemilih. Nantinya masyarakat bakal diuji tingkat kecerdasannya.
Pemilih yang cerdas, sambung dia, akan banyak mempertimbangkan dan selektif dalam memilih wakilnya.
"Tidak semua artis itu bisa dipercaya misalnya. Bahkan banyak artis yang hanya populer saja tapi misalnya tidak punya keterampilan, tidak punya kecerdasan dalam pengelolaan pemerintah misalnya."
"Jadi ini akan berpulang pada kecerdasan pemilihnya," ungkap Asep Samuh.
Banyaknya artis yang ikut mencalonkan atau terlibat di Pilkada nanti, tidak lepas dari tanggung jawab dari partai politik.
Salah satu tugas pokok partai politik, kata Asep Samuh, yakni mencerdaskan kehidupan politik para pemilihnya.
Sejauh ini, dia melihat, partai politik hanya ingin meraih simpatisan saja, namun lupa akan tanggung jawabnya untuk melakukan pendidikan politik.
"Pendidikan politik itu tidak selalu dilakukan di dalam kelas. Pemilu itu salah satunya memiliki misi pendidikan politik sebetulnya," ujar Asep Samuh.
Selain hanya ingin meraih simpatisan saja, Asep melihat partai politik di Indonesia masih berorientasi pada kekuasaan bukan pada pendidikan politik.
Baca juga: Pilkada Jabar, Artis Eksanti Disebut Jadi Pasangan Dadang Supriatna
Padahal, lanjut dia, salah satu kesuksesan partai politik adalah melakukan pendidikan politik dan tidak mendorong orang di luar partai untuk maju ke pemilih legislatif, presiden, atau pun kepala daerah.
"Itu kalau dilakukan bisa dikategorikan partai politik kita sudah berhasil. Tapi karena partai politik di kita belum maksimal memfungsikan peran kepartaiannya, makanya jangan heran situasinya seperti sekarang inilah."
"Jadi bukan hanya aktor politiknya yang loncat sana, loncat sini, tapi partai politiknya juga tidak punya pengikat yang serius," sebut dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.