Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendopo Bupati, Saksi Bisu Sejarah Kabupaten Cianjur

Kompas.com, 15 Juli 2024, 19:01 WIB
Firman Taufiqurrahman,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Kedatangan dara cantik itu pun disambut semringah sang pribumi yang petang itu tengah duduk bersantai di beranda kediaman ditemani saudaranya bernama Mas Purwa.

Apun Gencay pun disuruh mendekat. Namun tetiba, pemuda yang bersamanya menyeruak ke arah Aria Wiratanu III sambil menghunus sebilah condre yang diselipkan dibalik bajunya.

Tiga tusukan tepat mengenai perut sang bupati, sementara Mas Purwa terkesiap dengan gerakan cepat pemuda tersebut sehingga gagal mencegahnya.

Kanjeng Raden Aria Wiratanu Datar III meninggal beberapa jam setelahnya, sementara nasib pemuda tersebut tak lebih baik, dia mati mengenaskan setelah tertangkap di Alun-Alun Cianjur saat berupaya kabur.

Baca juga: Satpol PP Sidoarjo Pidanakan Pembuang Sampah di Pendopo saat Demo

Kepalanya dipenggal dan dimutilasi. Potongan-potongan tubuhnya lantas disebar ke setiap penjuru alun-alun.

"Pemuda itu cemburu dan tersinggung karena kekasihnya telah direbut," ucap Hendi.

Hendi tak begitu yakin dengan kisah tersebut, Kendati begitu, dikemukakannya, nyaris semua tulisan sejarawan yang mengangkat kisah tragis itu selalu berujung pada manuskrip berjudul “Cerita-Cerita Pribumi dari Bupati Cianjur (1858)” karya R.A.A. Kusumahningrat tersebut.

“C.M.F. Stokhausen kemudian menerjemahkan manuskrip itu ke dalam bahasa Belanda dengan judul “Inlandsche Verhalen van den Regent van Tjiandjoer (1857),” ujar dia.

R.A.A. Kusumahningrat sendiri merupakan Bupati Cianjur ke-9 yang memerintah sejak 1834 hingga 1862.

"Orang Cianjur mengenalnya sebagai Dalem Pancaniti,” ucap Hendi.

Tanam paksa dan pemberontakan petani kopi

Peristiwa terbunuhnya R.A Wiratanu Datar III yang dikaitkan dengan pemberontakan petani kopi tak terlepas dari bisnis kopi sang dalem dengan Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC.

Namun, kemitraannya dengan pihak kongsi dagang terbesar asal Belanda itu telah merugikan para petani kopi yang notabene rakyatnya sendiri.

Mereka semakin memusuhi Raden Astramanggala itu karena kebijakan-kebijakannya yang tidak berpihak, bahkan lebih menguntungkan pihak kolonial.

Diceritakan Hendi, merujuk tulisan Jan Breman berjudul “Keuntungan Kolonial dalam Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa 1720-1870”, Aria Wiratanu III dinilai tidak jujur oleh rakyatnya dalam menjalankan bisnis kopi.

Baca juga: Melongok Cianjur Tempo Dulu lewat Jendela Bumi Ageung Cikidang

Dia juga dinilai lebih memperkaya diri ketimbang menyejahterakan rakyatnya, termasuk mengambil laba yang terlalu besar dari petani.

“Harga kopi perpikul yang disepakati 17.50 ringgit. Namun, nyatanya hanya dibayarkan 12.50 ringgit perpikul. Uang 5 ringgit yang seharusnya menjadi hak para petani kopi itu malah masuk ke kantong pribadinya,"

"Karena itulah, rakyat lantas tidak puas hingga melakukan perlawanan,” Hendi menuturkan.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau