Berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) setempat, mayoritas orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan orang dengan HIV (ODHIV) di wilayah ini berasal dari kalangan LSL, termasuk pelajar.
Selain risiko penularan HIV/AIDS, pelajar yang terlibat dalam aktivitas seks antarlelaki ini juga rentan terhadap berbagai penyakit menular seksual lainnya, seperti sifilis dan gonore.
Ketua KPA Cianjur Hilman Kurnia mengemukakan, fenomena ini menimbulkan kekhawatiran karena perilaku seks menyimpang ini berisiko tinggi terhadap penularan HIV/AIDS.
“ODHA maupun ODHIV di Cianjur beberapa tahun terakhir ini juga didominasi dari kalangan LSL,” kata Hilman kepada Kompas.com, Sabtu (21/7/2024).
Disebutkan, tren homoseksualitas di kalangan pelajar ini telah menjangkau hampir semua tempat, termasuk ke wilayah-wilayah pelosok.
“Tak hanya di jenjang SMA, juga sudah menyasar ke tingkat SMP, bahkan ada yang jadi ODHIV akibat perilaku ini,” ujar dia.
Ironisnya, diungkapkan Hilman, aktivitas LSL di kalangan pelajar sudah menjurus ke motif ekonomi.
“Beberapa di antara aktivitas LSL yang mereka lakukan juga sudah bersifat transaksional,” kata Hilman.
Pihak KPA menekankan pentingnya peran orangtua dan sekolah dalam mengatasi persoalan sosial ini. Orangtua sejatinya lebih terbuka dalam mendiskusikan isu seksualitas dengan anak.
Sementara pihak sekolah diharapkan dapat memberikan pendidikan seks yang komprehensif.
“Edukasi seksual yang benar dan komprehensif di sekolah tentunya dapat membantu pelajar mengambil keputusan yang bijak mengenai perilaku seksual mereka,” imbuhnya.
Penanggungjawab Program KPA Cianjur Silmi Kaffah menambahkan, lingkungan keluarga terutama pola asuh dari orangtua punya peran penting dalam membentuk mental dan perilaku seksual anak.
“Ditekankan kepada orangtua, bagi kaum ibu ketika punya anak, tolong didik sesuai gendernya,” kata Silmi.
Imbauan dia cukup beralasan, mengingkat secara kasuistis, ODHA maupun ODHIV dari kalangan LSL yang ditanganinya memiliki pengalaman salah asuh dari orangtua mereka.
“Karena ingin anak perempuan misalnya, meski anaknya laki-laki, tapi diperlakukan seperti ke anak perempuan. Situasi itu kan bisa menjadi awal, ya,” tutur dia.
Selain itu, menurut Silmi, banjir informasi di media sosial dan internet yang sangat mudah diakses juga berperan dalam menyebarkan dan memengaruhi perilaku seksual di kalangan remaja.
Tak kalah berpengaruhnya, kondisi lingkungan pergaulan dan juga sikap permisif dari orangtua.
"Faktor-faktor itu juga dapat memengaruhi pandangan dan perilaku remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri tersebut,” ujar Silmi.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang