Editor
CIREBON, KOMPAS.com - Mantan Kepala Bareskrim Polri Komjen Pol (Purn) Susno Duadji menjadi saksi ahli dalam kasus kematian Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat, 2016 lalu.
Dalam kesaksiannya, Susno mengatakan, bukti-bukti terkait kasus kematian Vina dan Eky masih belum cukup kuat untuk menunjukkan adanya unsur pembunuhan.
“Sekarang kalau pembunuhan tempat kejadian perkara (TKP) di mana? Kemudian buktinya apa? Bukti ahli, berupa visum tidak menunjukkan secara langsung. Kamera CCTV, sidik jari dan lainnya tidak ada,” ujar Susno usai persidangan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Rabu (31/7/2024).
Baca juga: Dedi Mulyadi Jadi Saksi Sidang PK Kasus Pembunuhan Vina dan Eky
Dikutip dari Antara, Susno menyampaikan, unsur pembunuhan berdasarkan bukti-bukti yang tersedia dalam kasus ini, dianggap belum cukup kuat khususnya soal lokasi kejadian pada peristiwa tersebut.
Selain itu, proses penyelidikan oleh Polres Kabupaten Cirebon (sekarang Polresta Cirebon) sudah konsisten menyimpulkan bahwa insiden yang menimpa korban Vina dan Eky pada 2016 merupakan kecelakaan lalu lintas.
Baca juga: Sidang PK Saka Tatal, Saksi Sebut Vina Cirebon Kecelakaan, Bukan Dibunuh
"Sampai sekarang tidak pernah dihentikan kecelakaan lalu lintas itu dan tidak pernah ditarik juga kecelakaan lalu lintas itu, dan tidak pernah dilimpahkan ke Polres Cirebon Kota,” ungkapnya.
Susno mengatakan, novum yang diajukan pihak pemohon dalam sidang PK terdiri dari 10 bukti baru. Namun sebagian telah ditolak Jaksa Penuntut Umum (JPU) selaku termohon.
Hal tersebut sangat wajar terjadi di dalam persidangan. Namun yang paling penting, bagaimana Mahkamah Agung (MA) menyikapi upaya PK dari pihak Saka Tatal.
"Jika novum diterima, maka sidang ini bisa selesai. Tapi keputusan ada di tangan Majelis Hakim di MA nantinya," tuturnya.
Menurutnya, upaya PK atas kasus kematian Vina dan Eky di Cirebon, merupakan hak dari pemohon yakni Saka Tatal meski pemuda itu telah dinyatakan bebas.
Adanya upaya PK, harus menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa keadilan adalah kebutuhan hakiki untuk semua warga negara, tanpa memandang status sosial maupun kekayaannya.
Ia menyampaikan kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak, khususnya kepolisian dalam melakukan penegakan hukum.
Aparat penegak hukum harus memastikan setiap langkah didasarkan pada bukti yang valid dan jelas, bukan sekadar dugaan.
“Keadilan dan kebenaran itu adalah kebutuhan hakiki. Tidak melihat orang itu harus darah biru, harus pejabat atau orang kaya,” ucap dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang