Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Kerangka Ibu dan Anak di Bandung Barat, Mengapa Tak Tercium Bau dan Kapan Waktu Kematiannya?

Kompas.com, 3 Agustus 2024, 15:35 WIB
Rachmawati

Editor

Adapun pesan ketiga yang diduga ditulis Elia bertuliskan: "Aku hanya minta uang sekolah tapi kau seperti ini. Katanya raihlah cita-citamu setinggi langit, tapi kau tidak dukung aku dengan biaya sekolah. Maafkan aku tidak bisa menjadi anak yang sempurna karena manusia tidak ada yang sempurna. Termasuk istrimu aja kau tinggalkan karena kau menuntut dia menjadi sangat sempurna. Tapi ketahuilah, hanya tuhan yang sempurna."

"Tidak ada bau dari rumah"

Ketika dua kerangka manusia ditemukan di dalam rumah, Ai sangat syok. Ia tak pernah menyangka ada dua mayat terbujur kaku di sana selama bertahun-tahun.

Pasalnya, selama ini dia maupun keluarganya tidak pernah mencium bau. Padahal jarak antara rumahnya dengan kediaman Indah hanya 10 meter.

"Kami enggak pernah mencium bau... mungkin karena saat itu pandemi, warga semuanya di dalam rumah. Itu baru dugaan kami saja."

Keheranan yang sama juga diutarakan Ibu Muryanto yang tinggal di belakang rumah Indah. Perempuan 76 tahun ini mengaku tidak pernah mencium bau tidak sedap.

"Enggak ada sama sekali bau... jangankan ibu yang rumahnya di belakang, yang di pinggir juga enggak ada bau," ungkapnya.

Baca juga: 5 Fakta Soal Penemuan Kerangka Ibu dan Anak di Bandung Barat, Diduga Meninggal 6 Tahun Lalu

Kapan waktu kematian dan mengapa tak tercium bau?

Dokter Spesialis Patologi Forensik di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Ade Firmansyah, mengatakan proses pembusukan mayat hingga menjadi skeletonisasi bergantung pada keberadaannya apakah di dalam ruangan atau luar ruangan.

Kemudian juga bergantung pada lingkungan, suhu, kelembapan, termasuk hewan-hewan pengerat yang membantu proses pembusukan tersebut.

Termasuk kondisi si jenazah apakah memiliki riwayat penyakit atau tidak, berpakaian atau tidak, berlemak atau tidak.

Namun jika keberadaan mayat berada di luar ruangan, ujarnya, setidaknya butuh waktu 1-3 bulan hingga menjadi rangka atau tulang belulang.

"Pembusukan pada mayat itu dimulai dari sel-sel tubuh yang terurai, mencair, dan menimbulkan gas... yang membantu proses itu semua adalah hewan-hewan pengerat seperti tikus, cacing, lalat..."

Baca juga: Cerita Pilu di Balik Tulisan Dinding Rumah Ibu dan Anak yang Ditemukan Tinggal Kerangka

"Lalat akan bertelur di sana dan larva-larvanya menggerogoti jenazah."

"Kalau di luar ruangan mungkin ada hewan anjing akan mempercepat proses itu," imbuhnya kepada BBC News Indonesia, Jumat (02/08).

Tetapi apabila mayat tersebut berada di dalam ruangan tertutup, maka butuh waktu lebih dari tiga bulan.

Sebab pembusukan akan berjalan lebih lambat lantaran hewan-hewan yang mempercepat proses itu lebih sedikit atau mungkin tidak ada.

Dia mencontohkan kasus serupa yang terjadi di Kalideres, Jakarta Barat, pada 2022 lalu.

Kasus sekeluarga ditemukan tewas di dalam rumah dalam kondisi 'mengering' atau tinggal tulang dan kulit itu diperkirakan telah berlangsung selama sembilan bulan.

"Jadi tidak ada di literatur forensik manapun yang dalam ruangan [proses pembusukan hingga menjadi skeletonisasi] berapa lama."

"Tapi kalau gambaran mayat [di Bandung] seperti Kalideres bisa ditarik kesamaan," ungkapnya.

"Cuma harus dipahami skeletonisasi itu bukan berarti hanya tinggal satu tulang bersih, mungkin gambarannya beberapa jaringan lunak seperti otot-otot masih menempel... itu sudah disebut skeletonisasi dalam ilmu forensik."

Baca juga: Isi Pesan yang Ditulis Ibu dan Anak Tinggal Kerangka di Bandung Barat untuk Mudjoyo Tjandra

Tulisan dinding Iguh Indah Hayati (55) dan Elia Imanuel Putra (24), ibu dan anak yang ditemukan tinggal kerangka di rumah mereka di Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, Selasa (30/7/2024).KOMPAS.com/BAGUS PUJI PANUNTUN Tulisan dinding Iguh Indah Hayati (55) dan Elia Imanuel Putra (24), ibu dan anak yang ditemukan tinggal kerangka di rumah mereka di Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, Selasa (30/7/2024).
Ia juga menjelaskan bau pada mayat akan keluar dan tercium karena mengikuti aliran udara. Dalam beberapa kasus temuan mayat di dalam ruangan tertutup rapat, maka "bisa saja tidak keluar bau menyengat".

"Makanya dilihat dulu tempat kejadian perkara, apakah betul-betul tertutup rapat atau tidak? Kalau ruangannya tertutup, pasti tidak tercium."

Adapun untuk mengungkap penyebab kematian dari mayat berupa rangka, dokter forensik biasanya akan terlebih dahulu mencari apakah ada tanda-tanda kekerasan tumpul atau tajam pada tulang belulang tersebut.

Kalau ada, maka bakal didalami apakah tanda-tanda kekerasan itu terjadi sebelum kematian atau akibat dari hewan-hewan pengerat tadi.

Namun jika tidak ditemukan indikasi kekerasan atau trauma, hasil otopsi atau penyebab kematian akan menyatakan "tidak dapat ditentukan".

"Lalu bagaimana kalau dia diracun? Yasudah enggak akan ketemu, karena parameter racun itu akan tersimpan di hati. Kalau hati sudah terurai, enggak bisa diperiksa juga."

Baca juga: Tim Forensik Cari Penyebab Kematian Ibu dan Anak yang Tinggal Kerangka di Bandung Barat

"Apalagi kalau akibat penyakit, susah sekali... organ-organ sudah tidak ketemu, kecuali penyakit tulang bisa."

Itu mengapa, dia menyarankan polisi agar memeriksa dengan teliti tempat kejadian perkara untuk membantu proses pengungkapan penyebab kematian.

Apabila kedua korban diduga bunuh diri dengan menenggak racun, maka setidaknya ada bahan minuman racun yang tersisa.

Langkah lain biasanya tim laboratorium forensik akan memeriksa lokasi kejadian untuk memastikan ada atau tidaknya keterlibatan orang lain.

"Apakah ada DNA-DNA orang lain di sana? Tim Inafis kemudian memeriksa sidik jari di sekitar TKP."

Apa makna pesan yang tertinggal di dinding?

Psikolog Retno Lelyani Dewi menduga kuat korban ibu dan anak yang ditemukan meninggal di dalam rumah itu "telah menyiapkan diri mati" di sana.

Dugaannya merujuk pada kondisi tempat tinggal yang terkunci dari dalam dan pesan yang diduga ditinggalkan korban bernama Indah Hayati di dinding.

Pesan tersebut berisi: "Jika kau menikah lagi, aku harap kau jangan menyakiti istri ketigamu nanti. Aku lihat kau sudah meminang istri baru lagi kan? Yang dari Ciamis yang foto bersamamu itu. Dipakai di FB Hendra Setiawan. Di kolom komentar tertulis mengingat karena kau pernah gagal menjalani hubungan pada istri ke-1 mu yang namanya Leony..."

Pesan lainnya tertulis: "Aku minta rumah ini diwakafkan untuk masjid Tanimulya. Kalau Mudjoyo Tjandra tidak menyerahkan untuk didirikan masjid di tempat ini berati sudah menjadi penjahat karena merebut hak saya dan warga Tanimulya untuk warga.... Pak RT tolong tagih rumah ini dan harus jadi masjid atas kematian saja."

Dalam pesan tersebut, Retno menduga korban sedang merasakan kekecewaan, kemarahan, dan kesedihan yang harus ditanggungnya sendiri.

Entah akibat dikhianati, merasa tidak dipedulikan lagi oleh suaminya, atau ditinggalkan, klaim Retno.

Baca juga: Tulisan Dinding Ibu dan Anak yang Ditemukan Tinggal Kerangka di Bandung Barat untuk Sang Ayah

Hal lain yang menguatkan dugaannya bahwa korban bernama Indah "telah menyiapkan diri meninggal" adalah di pesan tersebut dia berharap kematiannya bisa diimbangi atau dimaafkan dengan mendapatkan pahala wakaf.

"Dari tulisan itu tersirat dia menyiapkan diri untuk meninggal dan dia tahu implikasi meninggal kalau di ajaran Islam enggak boleh bunuh diri, karena tidak akan diterima di akhirat..." ujar Retno kepada BBC News Indonesia, Kamis (01/08).

Halaman:


Terkini Lainnya
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Bandung
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Ratusan Siswa di Bogor Sumbang Uang, Mukena, hingga Lilin bagi Korban Bencana Aceh dan Sumatera
Bandung
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Kepsek SD Tasikmalaya Diduga Cabuli 5 Remaja Putri Dalam Kamar Hotel di Pangandaran
Bandung
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Polisi Tangkap Oknum Kades di Jatinangor karena Sabu, Jalani Rehab di Lido 6 Bulan
Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Menko AHY Tinjau Langsung Pembangunan Flyover Nurtanio Bandung
Bandung
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Dedi Mulyadi Pulangkan 47 Warga, 25 Lainnya Masih Terjebak di Takengon Aceh
Bandung
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Puluhan Pengajuan Izin Perumahan di Cimahi Disetop, Pemkot Tunggu Kajian Lingkungan
Bandung
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Ujaran Kebencian Streamer Viral, Polda Jabar Tetap Proses meski Pelaku Sudah Minta Maaf
Bandung
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Libur Natal dan Tahun Baru, Jalur Puncak Bogor Pakai Skema Buka-Tutup
Bandung
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
REI Jabar soal SE Dedi Mulyadi Moratorium Izin Perumahan: Mohon Dikaji Ulang...
Bandung
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Relokasi Korban Longsor Arjasari, Bupati Bandung Biayai Sewa Kontrakan 3 Bulan
Bandung
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Wagub Jabar Desak Polisi Tangkap Streamer Pelaku Dugaan Ujaran Kebencian
Bandung
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Dugaan Ujaran Kebencian oleh Streamer, Polda Jabar: Kami Sudah Profiling Akun Pelaku
Bandung
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Pakan Satwa Bandung Zoo Menipis, Karyawan Galang Donasi di Pinggir Jalan
Bandung
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Terminal Cicaheum Akan Jadi Depo BRT, Pemkot Bandung Desak Kemenhub Sosialisasi
Bandung
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau