BANDUNG BARAT, KOMPAS.com - Temuan kerangka Iguh Indah Hayati (55) dan anaknya, Elia Imanuel Putra (24) di rumah mereka di Bandung Barat, Jawa Barat, membuktikan lemahnya ikatan sosial di masyatakat.
Ibu dan anak itu ditemukan sudah menjadi tulang belulang setelah bertahun-tahun meninggal dunia di dalam rumah mereka di Kompleks Tanimulya Indah, RT 10 RW 15, Desa Tanimulya, Kecamatan Ngamprah, Bandung Barat.
Baca juga: Kasus Kerangka Ibu dan Anak di Bandung Barat, Mengapa Tak Tercium Bau dan Kapan Waktu Kematiannya?
Tetangga beranggapan penghuni keduanya sudah tak lagi tinggal di rumah tersebut.
Baca juga: Soal Kerangka Ibu dan Anak di Bandung Barat, Ada Tulisan Rumah Dijual, Tetangga Mengira Pindah
Mereka bahkan menyangka bahwa Indah dan Imanuel sudah pindah ke daerah lain.
“Kasus tersebut menggambarkan lemahnya solidaritas atau ikatan sosial pada masyarakat kita,” ujar Sosiolog Universitas Padjajaran (Unpad), Ari Ganjar, saat dihubungi, Selasa (6/8/2024).
Coretan pesan di dinding yang ditinggallkan keduanya, juga mengindikasikan bahwa keduanya tidak memiliki atau tidak bisa memanfaatkan relasi sosial yang ada untuk meringankan masalah yang dihadapi.
Adapun catatan dinding itu bernada kekecewaan terhadap suami Indah, Mudjoyo Tjandra, yang dinilai meninggalkan mereka berdua tanpa nafkah dan memilih tinggal bersama istri barunya.
“Permasalahan keluarga seperti perceraian memang merupakan suatu fenomena yang lazim terjadi pada masyarakat perkotaan dan/atau pada masyarakat yang mengalami problem ekonomi,” kata Ari.
“Akan tetapi, berbagai permasalahan tersebut mungkin tidak akan sampai menyebabkan tragedi seperti yang dialami oleh ibu dan anak tersebut, apabila keluarga, kerabat, dan komunitas tetangga memiliki solidaritas atau ikatan sosial yang baik dengan para korban,” imbuhnya.
Menjadi "Tugu" pengingat menguatkan solidaritas
Lemahnya ikatan sosial ini menjadi pekerjaan bersama untuk membangun budaya kolektif khususnya masyarakat perkotaan yang semakin individualis.
Namun, budaya individualis itu tidak terbentuk begitu saja. Ada sistem sosial yang berjalan bertahun-tahun yang membentuk masyarakat perkotaan lebih memilih hidup tertutup dan sendiri-sendiri.
“Kualitas ikatan sosial ini dibentuk oleh banyak faktor, seperti kesibukan pekerjaan, kesenjangan ekonomi, mobilitas penduduk, dan sebagainya. Oleh karena itu, pemerintah tidak akan mampu memulihkan ikatan sosial atau soildaritas sosial secara langsung,” ujar Ari.
Pemerintah bisa mendorong sistem sosial yang menjunjung tinggi kepedulian dengan memudahkan akses terhadap pelayanan dasar masyarakat, seperti pendidikan gratis, pengobatan gratis, dan pelayanan pokok masyarakat lainnya.
Dengan demikian, masyarakat bisa mengurus ekonomi mereka tanpa repot memikirkan hal-hal dasar seperti kesehatan maupun pendidikan.
“Pemerintah juga bisa mendorong pola pemukiman yang inklusif, ruang terbuka, dengan komunitas yang aktif. Pemerintah juga harus bisa mewujudkan pendidikan gratis. Itu beberapa hal yang bisa dilakukan,” sebutnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang