BANDUNG BARAT, KOMPAS.com - Penyebab kematian Iguh Indah Hayati (55) dan Elia Imanuel Putra (24) yang ditemukan tinggal kerangka perlahan mulai terungkap.
Polisi menemukan riwayat pembelian racun sianida dari hasil pemeriksaan telepon genggam milik kerangka ibu dan anak tersebut.
Seperti diketahui, kedua kerangka Indah dan Imanuel ditemukan terbaring di atas kasur di sebuah kamar di kompleks perumahan Tanimulya Indah, Kecamatan Ngamparah, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat pada Senin (29/7/2024).
Baca juga: Temuan Kerangka Ibu dan Anak Bukti Lemahnya Ikatan Sosial di Masyarakat
Kapolres Cimahi AKBP Tri Suhartanto mengatakan, hasil pemeriksaan handphone milik korban, ditemukan adanya transaksi jual beli racun sianida yang dipesan melalui daring.
“Memang yang bersangkutan sempat melakukan pencarian dan pembelian racun sianida sekitar tahun 2018. Itu dilihat dari riwayat pemeriksaan HP milik korban," ungkap Tri saat ditemui di Batujajar, Sabtu (11/8/2024).
Bukti-bukti ini semakin mendekatkan terungkapnya penyebab kematian kedua kerangka manusia tersebut. Namun demikian polisi belum bisa menyimpulkan apa penyebab kematian keduanya secara pasti.
“Jadi kami mohon waktu sampai hasilnya keluar, karena sekarang masih berjalan pemeriksaan psikologi forensik, tes DNA dan uji toksikologi oleh Puslabfor Mabes Polri," sebutnya.
Sejauh ini, polisi masih berusaha mengungkap penyebab kematian ibu dan anak tersebut menggunakan tiga metode pemeriksaan forensik, pemeriksaan psikologi forensik, pemeriksaan DNA, dan tes toksikologi untuk mengetahui kadar racun dalam jasad atau kerangka mayat.
Baca juga: Kasus Kerangka Ibu dan Anak di Bandung Barat, Mengapa Tak Tercium Bau dan Kapan Waktu Kematiannya?
Kedua ibu dan anak itu meninggalkan pesan yang diduga sengaja mereka tulis di dinding tembok rumah, dokumen digital, hingga beranda sosial media yang bernada kekecewaan terhadap kepla keluarga, Mudjoyo Tjandra.
Tulisan-tulisan itu dikumpulkan polisi sebagai barang bukti untuk mengungkap psikis keduanya sebelum ibu dan anak tersebut meninggal dunia.
Untuk mengungkap apa dibalik pesan yang mereka tulis itu, polisi menerjunkan Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apsifor) untuk melakukan pemeriksaan psikologi forensik.
“Untuk psikologi forensik ini merupakan terobosan terbaru dari saya melibatkan tim psikologi forensik dari Apsifor agar kita bisa mengetahui kejiwaan korban walaupun sudah meninggal,” tandasnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang