CIREBON, KOMPAS.com - Srini Piyanti tampak sibuk. Sejumlah tamu sedang mengantre tepat di depan ruang kerjanya di Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), Senin (4/11/2024) siang.
Tenaga medis Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati Cirebon ini dikenal sebagai pejuang korban kekerasan yang menimpa banyak korban anak dan perempuan.
Srini Piyanti merupakan Psikolog Klinis. Koordinator Pelayanan Psikososial ini menyebut, kasus korban kekerasan seksual di Kota Cirebon menimpa banyak korban anak hingga dewasa.
Kasus yang menimpa korban pun memiliki latar belakang dan motif berbeda-beda. Hal ini pun membuat proses penanganan berbeda.
"Saya dan semua tim mendampingi seluruh korban kekerasan seksual sejak awal hingga tuntas. Banyak korban masih berkomunikasi. Pemulihannya tiap korban berbeda-beda, dari yang masih trauma hingga sekarang jauh lebih pemberani, dan produktif, dia aktif di beberapa kegiatan di sekolahnya," kata Yanti saat dihubungi Kompas.com Senin (4/11/2024) petang.
Banyak korban, sambung Yanti, sudah berhasil "memendam" agar trauma yang dialaminya teralihkan dengan kegiatan positif yang dilakukan.
Yanti berusaha berkoodinasi dengan guru Bimbingan Konseling di seluruh sekolah di Kota Cirebon untuk intens mendampingi korban kekerasan seksual secara sembunyi.
Kasus korban ini, kaya Yanti, adalah satu dari 68 kasus di tahun 2023 yang ditangani Yanti dan tim kolaborasi tersebut. Data itu menunjukan angka penurunan kasus di tahun 2022 yang berjumlah 74 kasus, dan 76 kasus di tahun 2021.
Yanti menegaskan, kerja kolaborasi dari hulu ke hilir adalah penanganan mutlak yang harus dilakukan untuk menuntaskan kasus kekerasan seksual.
Kasus ini menjadi berat karena memiliki rasa trauma mendalam, yang dapat muncul kapanpun, bila tidak ditangani secara tuntas.
Kesadaran ini yang melatarbelakangi Yanti membentuk jejaring kesadaran penanganan korban kekerasan seksual di tahun 2001.
Dirinya mula-mula berkoordinasi dengan kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di tempatnya tinggal, kemudian ke seluruh puskesmas, antar dinas hingga seluruh aparat penegak hukum.
Di tahun 2014, Pemerintah Kota Cirebon sepakat menentukan secara struktural kerja kolaborasi itu.
"Yang saya lakukan dari 2001 itu belum berupa sistem bagaimana orang sadar akan pentingnya penanganan Kekerasan Seksual. Di tahun 2014 mulai terstruktur dan kolaboratif, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Dinas Sosial, Aparat Penegak Hukum (APH), dan unsur lainnya," tambah Yanti.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon, Siti Maria Listiawaty menyampaikan program kolaborasi penangan kekerasan seksual sudah disebar di 21 puskesmas di Kota Cirebon, yang berhubungan langsung dengan kader PKK.